TFR

View Original

Apa arti apropriasi budaya?

Read in English

Baru-baru ini, Adele dituduh mengapropriasi budaya setelah penyanyi Inggris itu mengunggah foto dirinya di Instagram dengan gaya rambut yang dikenal sebagai ikat Bantu dan mengenakan bikini bergambar bendera Jamaika.

Dalam caption-nya, ia tampaknya sedang merayakan Notting Hill Carnival, sebuah karnaval Afro-Karibia tahunan di London. Beberapa pihak menyebutnya tidak sensitif, suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya pada penyanyi yang berhasil menyapu enam penghargaan Grammy dalam satu malam itu. Namun, banyak juga yang mendukungnya, termasuk Zoe Saldana dan Naomi Campbell.

Tahun lalu, hal serupa terjadi di Indonesia. Agnez Mo dituduh mengapropriasi budaya karena menata rambutnya dengan anyaman rambut khas Papua. Sebagian penghuni dunia maya menyebutnya tidak sensitif terhadap penderitaan dan diskriminasi yang dihadapi masyarakat Papua karena identitas budaya mereka. Sebagian lainnya mendukung Agnez dan menganggap publisitasnya sebagai suatu bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap budaya Papua.

Apropriasi dan apresiasi, apa yang membedakan keduanya?

Apropriasi budaya, menurut kamus bahasa Cambridge, secara luas didefinisikan sebagai “perbuatan mengambil atau menggunakan sesuatu dari sebuah budaya yang bukan milik sendiri, terutama tanpa menunjukkan bahwa (pelakunya) memahami atau menghargai budaya tersebut.” Hal-hal dalam konteks ini termasuk namun tidak terbatas pada potongan pakaian, gaya rambut, kebiasaan, bahan-bahan, ideologi, dan gaya musik.

Penggunaan patung kepala Buddha dalam tatanan estetika adalah salah satu contohnya. Buddha tidak dimaksudkan untuk tujuan dekoratif. Praktik memotong kepala Buddha merupakan tindak kekerasan meskipun kita melihatnya hanya sebagai sebuah patung. Buddha adalah figur suci bagi umat Buddha. Penggambaran Buddha ditujukan untuk ibadah, bimbingan, dan inspirasi, bukan untuk dijadikan gantungan kunci atau pajangan meja yang dianggap nyeni.

Tapi, mengapa apropriasi budaya terjadi?

Pertama-tama, bisa jadi karena kurangnya perbincangan dan diskusi yang melibatkan pandangan-pandangan yang bertentangan. Contohnya, ketika Katy Perry mengenakan pakaian a la geisha pada penampilannya di American Music Awards 2013, berbagai pihak ramai-ramai mengkritik apropriasinya.

“Tampilan stereotip semacam inilah yang berkontribusi terhadap berkembangnya fetisisme kulit putih terhadap wanita Asia-sesuatu yang tidak perlu dihadapi oleh Katy Perry ketika ia melepaskan kostumnya,” tulis satu artikel. “Saya rasa ada aspek apropriasi budaya di situ.”

“Kostum [Perry] tidak tradisional dan sedikit dibuat seksual dan saya berharap bahwa ia bisa lebih fokus kepada budaya Jepang tapi ini tidak terlalu parah,” komentar seorang warganet di video penampilan Perry di YouTube.

Komentar lain bahkan mengatakan bahwa gaun yang dikenakan Perry lebih menyerupai Qipao (pakaian tradisional Cina) dibandingkan kimono.

Di sisi lain, banyak juga yang membela Perry. “Sebagai orang Jepang, saya senang melihat Katy Perry menyukai budaya Jepang,” ujar warganet lain. “Saya tidak bisa menemukan apapun yang menyinggung,” tulis artikel lainnya.

Jelas ada berbagai campuran perasaan di kedua sisi. Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa mereka yang terpengaruh oleh apropriasi budayalah yang harus menjadi fokus utama. Merekalah yang memutuskan apa yang mereka rasakan atau bagaimana mereka harus bereaksi dan apakah hal tersebut dianggap apropriasi atau bukan.

Alasan lain kenapa apropriasi budaya terjadi adalah karena keuntungan yang didapatkan dari eksploitasi budaya. Sebagai contoh, platform fast-fashion asal Amerika Serikat SHEIN yang terkenal dengan rekam jejaknya dalam mengapropriasi berbagai budaya di seluruh dunia. Satu skandal yang terkenal adalah ketika SHEIN menjual sajadah namun dipasarkan sebagai ‘Karpet Fringe Trim Greek Fret’. Sajadah adalah benda suci bagi agama Islam. 

MAC Cosmetics menggunakan budaya Papua dalam kampanye MACRupaNusantara. Mereka mendandani model dengan ‘gaya inspirasi Papua’ untuk pemotretan, tapi tidak mengikutsertakan model asal Papua.

Apropriasi budaya adalah istilah umum yang membawahi eksploitasi budaya. Eksploitasi budaya, terutama jika korbannya adalah budaya minoritas, tidaklah etis. Dalam situasi yang sama ketika anggota budaya minoritas akan dihukum karena mengekspresikan identitas mereka, anggota budaya dominan tidak, dan bahkan bisa mengambil keuntungan dari kesalahan representasi mereka. Ini karena adanya ketidakseimbangan dalam dinamika kekuatan dan identitas budaya.

Contohnya, ketika rapper kulit putih Danielle Bregoli atau dikenal sebagai Bhad Bhabie mengenakan gaya rambut box braid, dia mendapatkan tawaran iklan dari CopyCat Beauty senilai US$900.000. Sebaliknya, Faith Fennidy, seorang anak kulit hitam dikirim pulang pada hari pertamanya masuk sekolah karena mengepang rambutnya.

Budaya/kelompok ras yang dominan dibiarkan saja ketika menggunakan norma budaya yang sama persis dengan yang digunakan oleh budaya minoritas. Tetapi, ketika anggota budaya minoritas melakukannya, mereka dianiaya.

Namun, beberapa pihak menganggap apropriasi budaya diperlukan dalam pengembangan budaya pada skala global. Pada tahun 2018, Goenawan Mohamad, penyair Indonesia dan pendiri Tempo, mengatakan bahwa budaya tidak pernah “murni” karena aspek meminjam dan mencuri antar-budaya sudah ada sejak lama. Pernyataan ini muncul dalam simposium yang diselenggarakan oleh Institut Français d'Indonésie dan Galeri Nasional, 'Pasca-Orientalisme dan Masalah Apropriasi Budaya.'

Kata-kata “mencuri” dan “meminjam” menjadi pusat perhatian dalam diskusi tersebut, yang kemudian memberikan kesempatan (memunculkan asumsi) bahwa sebenarnya asimilasi budayalah yang dibahas. Dalam sudut pandang global, istilah atau sebutan mungkin bukan hal yang paling penting dalam pembahasan mengenai pentingnya pertukaran budaya.

Sebagian besar hal baik tentang "apropriasi budaya" yang ramai diperbincangkan kebanyakan adalah bentuk meminjam dan meminjamkan aspek budaya dengan kedudukan yang cukup setara. Contohnya, kuali peleburan. Dalam pengertian ini, asimilasi adalah istilah yang tepat karena hubungan kekuasaan adalah poin kunci dari apropriasi budaya. Hal ini akan didiskusikan di bagian kedua serial ini.