TFR

View Original

Menelusuri batik di Jawa

Read in English

Untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah dan motif batik Indonesia, TFR menghubungi Sobat Budaya, salah satu kontributor iWareBatik, aplikasi berbasis web yang didedikasikan untuk mencatat sejarah batik Indonesia.

Sebagai bagian dari pusaka tak berwujud Indonesia, jalan untuk melestarikan tradisi batik adalah jalan yang panjang dan berbatu. Sejauh ini, Sobat Budaya berhasil menyusun 1.542 motif batik dari sebagian besar daerah di Nusantara serta berbagai bentuk pusaka Indonesia lainnya dalam situs web mereka dengan bekerja sama dengan Bandung Fe Institute dan budaya-indonesia.org.

Dari motif-motif ini, mereka kemudian menyusun grafik evolusi batik Indonesia dengan menggabungkan fraktal, palet warna, dan biologi evolusioner. Penelitian tersebut menghasilkan peta yang menunjukkan bahwa setiap daerah mengembangkan motifnya sendiri-sendiri. Grafik tersebut menunjukkan bahwa motif dari daerah yang berbeda tidak saling bercampur. Sebaliknya, mereka berkelompok dengan motif dari daerah mereka sendiri. Penelitian ini menjadi dasar kecerdasan buatan pengenalan batik yang bisa kita temui di aplikasi iWareBatik.

Melalui serial ini, TFR akan mengeksplorasi lebih jauh sejarah batik di Indonesia. Kali ini, kami ingin mempelajari sejarah batik di pulau Jawa.

Banten

Sejak zaman Kesultanan Banten di abad ke-17, tradisi batik di Banten sudah maju. Namun, jatuhnya kesultanan menyebabkan tradisi batik turun selama lebih dari 200 tahun. Pada tahun 2002, arkeolog menemukan 75 motif batik di antara pusaka budaya dan barang peninggalan asal Banten; 12 di antaranya dipatenkan.

Batik Banten biasanya menggabungkan warna pastel lembut yang mewakili karakter masyarakat Banten: lembut dan halus, namun berkemauan keras dengan tekad yang kuat. Namun, suku Baduy mengombinasikan warna biru gelap dan hitam dalam motif batik mereka. Beberapa motif terkenal adalah srimanganti, singayaksa, tangerang herang, dan leuit sijimat.

Jawa Tengah

Tradisi batik di Jawa Tengah telah melalui berbagai era yang berbeda, mulai dari Kerajaan Hindu-Buddha Mataram I, Kesultanan Islam Demak, sampai periode kolonial Belanda. Prasasti Gulung-Gulung kuno yang berasal dari tahun 929 M telah mencatat keberadaan tradisi tekstil tersebut. Motif batik Jawa Tengah memiliki pengaruh lintas budaya dari India, Persia, Cina, dan negara-negara Barat yang muncul melalui hubungan perdagangan.

Kala itu, penggunaan batik diatur oleh sistem simbol, norma, dan peraturan yang rumit. Di Jawa Tengah, terdapat tiga tipe batik yang dikenal: batik keraton, batik perdesaan, dan batik pesisir. Beberapa motif terkenal adalah sido mulyo, merak lasem, parang seling, dan gurdo solo.

East Java

Tradisi keterampilan batik sudah ada di Jawa Timur sejak periode Kerajaan Majapahit di abad ke-13 hingga 15. Batik menjadi komoditas komersial pada masa transisi dari Hindu Majapahit ke kekuasaan Islam sampai abad ke-20. Madura dan Tuban adalah dua daerah yang masih menjaga tradisi kuno dalam pembuatan batik mereka.

Kebanyakan motif Jawa Timur menggambarkan alam dan kehidupan sehari-hari di daerah perdesaan, namun ada juga motif yang mengandung kombinasi ide lokal dan luar daerah yang didapat melalui perdagangan. Beberapa motif yang terkenal adalah gedhog kembang waluh, samudra, gajah mungkur, dan sekar jati.

West Java

Perkembangan batik Jawa Barat mulai meningkat pada akhir abad ke-19, seiring dengan diperkenalkannya teknik tersebut oleh pemukim dari Jawa Tengah. Hingga saat ini, ada ratusan pengrajin yang mengembangkan gayanya sendiri dan mempelajari teknik batik di wilayah ini.

Pada masa pendudukan Jepang, ada motif tertentu yang sangat dipengaruhi oleh estetika Jepang yang berkembang di pesisir utara Cirebon, Jawa Barat. Saat ini, motif tersebut menjadi salah satu motif paling terkenal di Pekalongan, yaitu batik hokokai, yang biasanya dihiasi dengan motif bunga dan kupu-kupu. Beberapa motif yang terkenal adalah mega mendung, banji cirebon, dan sinaran.

DI Yogyakarta

Dahulu, batik Yogyakarta lebih banyak digunakan oleh kalangan keraton, sedangkan rakyat jelata menggunakan kain polos berwarna gelap. Batik di daerah ini berhubungan dengan cerita Panembahan Senopati, pendiri Kesultanan Mataram. Ketika dia memindahkan ibukota dari Pajang ke Mataram, pertapaan bisunya di Pegunungan Sewu memberinya inspirasi untuk menciptakan batik parang.

Penerusnya di Yogyakarta dan Surakarta meneruskan peraturan penggunaan batik khusus untuk anggota kerajaan. Pada akhir Perang Diponegoro (1825-1830), para bangsawan dan tentara Jawa mulai mendistribusikan batik di luar istana, dan rakyat jelata mulai memakai pola yang lebih sederhana.

Motif batik Yogyakarta umumnya mengadopsi beberapa motif utama, seperti parang rusak, ceplok, sidomukti, truntum, dan kawung. Motif lain yang popular adalah abimanyu, wirasat, dan kawung mataram. Setiap motif memiliki makna dan filosofinya sendiri.

DKI Jakarta

Tradisi batik di Ibu Kota berkembang sekitar akhir abad ke-19. Saat ini, generasi muda aktif menyelenggarakan lokakarya batik di wilayah-wilayah populer untuk meningkatkan kesadaran dan mengajak lebih banyak orang untuk ikut serta melestarikan batik. Di Jakarta, kita bisa menemukan lokakarya batik di sekitar Tanah Abang, termasuk Karet, Ilir Dam, Udik Dam, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, dan Tebet.

Budi Dharmawan, juru taksir batik, menginisiasi Kampoeng Batik Pal Batu di Tebet pada tahun 2011, diikuti oleh Jakarta Batik Carnival pada tahun 2012. Tradisi batik itu sendiri dianggap modern di Jakarta. Beberapa motif terkenal dari Jakarta adalah ondel-ondel, rasamala, dan salakanagara.

Learn about the history, cultural implications, the meaning behind every motif, and so much more about Indonesian batik at www.iWareBatik.org


Artikel terkait

See this gallery in the original post

Berita

See this gallery in the original post