Menelusuri batik in Sulawesi
Read in English
Untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah dan motif batik Indonesia, TFR menghubungi Sobat Budaya, salah satu kontributor iWareBatik, aplikasi berbasis web yang didedikasikan untuk mencatat sejarah batik Indonesia.
Pada tahap produksi, sehelai batik bisa memakan waktu lama untuk diselesaikan, antara satu bulan dan dua tahun. Umumnya, kain melalui enam sampai delapan tahap. Ada dua cara yang dapat digunakan pengrajin untuk menggambar pola yang mereka inginkan: pertama adalah nglereng atau menuliskan motif dengan tangan menggunakan canting, yaitu alat untuk menuliskan malam, pada linen. Cara kedua adalah dengan ngecap atau mencap pola lilin ke atas linen.
Langkah selanjutnya adalah nyelup atau mencelupkan tekstil ke dalam tong berisi pewarna alami atau larutan pewarna. Langkah ini bisa memakan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan, tergantung kerumitan desain. Langkah selanjutnya adalah nembok atau menutupi bagian yang diinginkan menggunakan canting dengan semburan yang lebih besar sebelum kain melalui proses selanjutnya.
Langkah keempat adalah nyolet, proses pewarnaan menggunakan kuas untuk desain yang lebih mendetail. Langkah selanjutnya adalah nglorod atau proses melepaskan lilin dengan mencuci kain dengan air panas dicampur larutan natrium karbonat yang membutuhkan waktu dua sampai tiga hari, tergantung pada ketebalan lilin.
Beberapa pengrajin juga mengaplikasikan beberapa sentuhan akhir, seperti fiksasi, yaitu mengunci warna menggunakan gondorukem (cairan yang dibuat dari getah pohon pinus) dan mordanting, yaitu meningkatkan daya tahan warna dengan mencampurkan minyak merah Turki ke dalam air perendam. Langkah terakhir adalah njemur, yaitu menggantung kain untuk dikeringkan.
Ini adalah langkah-langkah yang harus dilalui pengrajin untuk membuat batik. Setiap desain batik yang ada di luar sana adalah cerminan masyarakatnya serta budaya sang pengrajin. Inilah yang membuat batik di seantero Indonesia terlihat berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Dalam artikel ini, kita akan melihat batik Sulawesi.
Gorontalo
Sejak abad ke-16, masyarakat Gorontalo telah mengembangkan tekstil mereka sendiri yang disebut sulaman karawo. Pada abad ke-17 hingga 18, penjajah menghancurkan banyak tradisi lokal. Namun, kelompok perempuan menjaga sulaman karawo dengan mewariskan teknik tersebut dari generasi ke generasi. Sekarang, masyarakat Gorontalo menggabungkan pola karawo dan teknik batik untuk menciptakan batik mereka sendiri.
Batik pertama kali dipopulerkan di Gorontalo pada tahun 2010 oleh Arfa Hamid, seorang seniman lokal. Motifnya terinspirasi dari masyarakat agraris Gorontalo dan mencerminkan masyarakat yang harmonis. Masyarakat Gorontalo memiliki filosofi mereka sendiri dalam warna yang mereka gunakan. Bagi mereka, warna merah menyimbolkan rasa keberanian dan tanggung jawab, warna hijau untuk kemakmuran, kesuburan, dan kedamaian, kuning keemasan menandakan kesetiaan dan kejujuran, sementara ungu adalah kekuasaan.
Beberapa motif yang terkenal dari Gorontalo adalah jagung, karawo pinang, teluk tomini, dan karawo mahkuta.
Sulawesi Tengah
Palu telah mengembangkan tradisi tekstil mereka sendiri, yaitu teknik tenun bomba. Melalui teknik tersebut, benang sutra ditenun menjadi kain menggunakan alat tenun tradisional. Sekarang, masyarakat Palu juga memproduksi batik dengan motif bomba menggunakan pewarna alami, yang dikenal dengan batik bomba.
Motif batik bomba menggambarkan keterbukaan dan toleransi tinggi terhadap perbedaan yang dimiliki masyarakat Palu. Mereka juga mengembakan beberapa motif yang menggambarkan nilai budaya lokal, seperti sambulugana (pinang dan daun sirih), souraja (rumah tradisional), taiganja (ornamen logam berharga), serta burung maleo. Motif terkenal lainnya adalah sero tangga, bomba mawar, dan cengkeh.
Sulawesi Utara
Kabupaten Minahasa dikenal dengan tradisi tekstilnya, baik tenun dan batik. Batik Minahasa mengadopsi tulisan kuno dan motif etnis lainnya yang menggambarkan nilai dan tradisi masyarakatnya.
Salah satu motif yang paling terkenal adalah motif waruga, yang menggambarkan peti mati di atas tanah dalam budaya Minahasa sebagai pengingat bagi masyarakatnya akan leluhur mereka. Motif terkenal lainnya dari daerah ini adalah pinawetengan, tari kabasaran, dan manguniminahasa.
Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan, ada dua kelompok motif: Toraja dan Bugis. Batik dengan dua kelompok motif ini dibuat menggunakan teknik yang sama dengan batik Jawa. Masyarakat Toraja terkenal telah mengembangkan batik bahkan sebelum masehi. Batik Toraja adalah batik paling awal yang ditemukan di kepulauan Indonesia. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa kerajinan batik Toraja tidak dipengaruhi oleh teknik batik India seperti batik di daerah Indonesia lainnya.
Motif batik Toraja biasanya memiliki warna lebih lembut dengan tema yang penuh arti, seperti pateddong yang menyimbolkan kebesaran, kemuliaan, dan kemakmuran. Sementara itu, batik Bugis biasanya memiliki warna yang lebih terang dan lebih cerah. Motifnya menggambarkan kehidupan masyarakat pesisir di Sulawesi Selatan dan memamerkan tulisan kuno Lontara dan desain La Galigo. Motif terkenal lainnya dari daerah ini adalah paqbarre allodan tongkonan.
Sulawesi Tenggara
Batik Sulawesi Tenggara didasarkan atas pola dari tekstil tenun Tolaki. Tradisi tekstil ini disebut batik Tolaki dan memiliki tiga motif utama, yaitu kalo sara, jonga bertanduk lima, dan pohon sagu. Batik dari provinsi ini juga menggunakan benang emas yang disulam ke dalam kain.
Ada kearifan lokal yang ditanamkan ke setiap motifnya. Motif kalo sara mewakili hukum adat yang harus ditegakkan oleh masyarakat Tolaki. Jonga bertanduk lima menggambarkan tradisi perburuan rusa (Jonga). Sementara itu, motif pohon sagu menggambarkan makanan utama masyarakatnya. Desain terkenal lainnya adalah ake patra, pati pati pinehiku, dan wakatobi.
Sulawesi Barat
Batik Sulawesi Barat, atau umumnya dikenal sebagai batik Mandar, merepresentasikan masyarakat maritim lokal. Batik tersebut menggambarkan makhluk laut lokal, seperti ikan arwana, dan insang ikan. Banyak tema dalam motif batik tersebut menjadi ikon budaya dari masyarakat Mandar dan Sulawesi Barat.
Karakteristik utama batik Mandar adalah penggunaan berbagai warna untuk menggambarkan dinamika sosial masyarakat Sulawesi Barat. Warna-warna yang biasa digunakan adalah biru, merah, ungu, kuning, hijau, toska, hitam, dan lain-lain. Beberapa motif yang terkenal adalah sandeq, sekomandi, rumah mamuju, dan lipaq sabe.
Pelajari mengenai sejarah, implikasi budaya, dan arti dibalik setiap motif, dan lebih banyak lagi mengenai batik Indonesia di www.iWareBatik.org