TFR

View Original

Peran museum dalam menjaga dan mendistribusikan seni dan budaya Indonesia

Ditulis oleh Haiza Putti | Read in English

Beberapa di antara kita mungkin masih kesulitan membedakan museum, galeri, art space, dan beragam jenis ruang kesenian lainnya. Lewat kesempatan berbincang dengan Museum MACAN, bersama-sama kita akan telusuri kerja museum dan perannya bagi publik dalam membangun pemahaman seni dan budaya di Indonesia. 

Museum adalah sebuah lembaga nirlaba yang memiliki tujuan utama untuk menciptakan ruang seni bagi publik luas. Direktur dan Kurator Museum MACAN Aaron Seeto menjelaskan bahwa museum juga berlaku sebagai wadah pendidikan lintas-generasi. Hal tersebut menjadi pembeda utama dengan ruang seni lain, seperti galeri. Museum berperan sebagai ruang belajar kesenian, sedangkan galeri menjadi tempat transaksi jual beli karya seni.

"Itulah salah satu perbedaan nyata, itu adalah peran seni nirlaba. Artinya, kita tidak menghasilkan uang dari apa yang kita lakukan. Bukan untuk mengambil keuntungan, sepenuhnya untuk menampilkan ide seni itu sendiri. Ide pendidikan seni dan tujuan untuk membagikannya kepada generasi saat ini maupun generasi mendatang," jelas Aaron kepada TFR. 

Tak jarang, museum menjadi tempat pengalaman kesenian pertama bagi pengunjungnya. Oleh karena itu, museum berperan besar dalam membangun pemahaman, bahkan bagi publik awam sekalipun. "Jadi, kami harus terbuka dan menyambut mereka, tetapi juga menyediakan pemahaman dan edukasi agar mereka dapat melihat dan paham akan bentuk-bentuk kesenian yang ditampilkan di pameran," tambahnya.

Sejak dibuka pada 2017, Museum MACAN berperan dalam menjaga dan membagikan koleksi-koleksinya. Kita dapat menemukan sederet karya seniman-seniman penting Indonesia, seperti Raden Saleh, Sudjojono, dan Arahmaiani, dalam koleksi Museum MACAN. Tak hanya itu, karya-karya seniman Jepang, Korea Selatan, Amerika, dan negara-negara Eropa juga kerap ditampilkan, seperti seniman pop Keith Haring dan Damien Hirst. 

"Alasan mengapa ia mengembangkan koleksi ini adalah untuk dapat membagikan sejarah ke masyarakat Indonesia. Bagi anak-anak, mereka bisa melihat sejarah mereka sendiri yang disajikan dalam museum dan dapat dikunjungi untuk mempelajari kemerdekaan dan munculnya seni rupa modern Indonesia lewat salah satu cara terpenting, yaitu melihat karya seni dari para seniman," ungkap Aaron.


Museum sebagai tempat penjagaan arsip fisik dan narasi sejarah seni dan budaya

Lantas, dari mana sebuah museum mendapatkan koleksinya? Karya seni koleksi tetap Museum MACAN yang jumlahnya mencapai hingga 600 karya adalah hasil dukungan Haryanto Adikoesoemo. Ia adalah seorang kolektor seni yang telah aktif selama 30 tahun terakhir. 

Museum MACAN juga kerap berkolaborasi dengan kolektor lain, bahkan museum lainnya, untuk melengkapi narasi historis sebuah pameran. Contohnya adalah pameran tunggal Agus Suwage “The Theater of Me” dan pameran “POSE”.

Demi menghadirkan narasi lengkap 30 tahun kekaryaan Agus Suwage, Museum MACAN bekerjasama dengan 20 kolektor karyanya. Museum MACAN juga berkolaborasi dengan Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta dalam menghadirkan karya seniman S. Sudjojono untuk melengkapi narasi sejarah seni rupa Indonesia yang ditampilkannya. 

"Koleksi kami tidak dapat bercerita dengan sendirinya. Dengan bekerja bersama, kami dapat mengembangkan perspektif dan sudut pandang baru dalam melihatnya," ungkap Aaron.

Lewat pengamatan ini, kita dapat menilai peran penting kolektor dalam membangun ekosistem seni rupa. Mereka tak hanya menyimpan karya yang dibeli untuk dinikmati sendiri, tapi juga menjaga dan membagikannya kembali kepada publik.

Kolaborasi bersama museum lain pun mengutamakan pembagian sumber dan informasi dan membangun penelitian. Aaron menambahkan bahwa penelitian memang menjadi hal paling fundamental yang dilakukan sebuah museum untuk dapat menyajikan pameran terbaiknya. 

"Ketika kita melihat sebuah karya seni dari periode yang berbeda, kita dapat melihat sejarah dengan cara pandang yang sedikit berbeda. Kita akan dapat berempati dengan seniman dan subjeknya. Dan museum yakin bahwa hal ini sangat penting bagi konteks Indonesia yang multi-kultur, multi-etnis, dan multi-agama," jelasnya. Yang disajikan sebuah museum memberi kesempatan bagi publik untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda.


Tata kelola koleksi dan program Museum MACAN

Proses dalam membangun program dan kegiatan Museum MACAN tidak terjadi dalam satu petikan jari. 

Dalam mengelola koleksi museum yang jumlahnya tak sedikit tersebut, Aaron menjelaskan bagaimana kurator memegang peran penting dalam pengelolaan koleksi untuk dapat dibagikan dan memantik rasa ingin tahu publik lewat riset sejarah dan program.

Proses  pengembangan pameran tunggal Agus Suwage "Theater of Me" di Museum MACAN memakan waktu hingga tiga tahun. Perjalanan tersebut diisi dengan diskusi panjang, kerja kuratorial, dan negosiasi antara museum dengan pihak-pihak pendukung untuk membuat pameran menjadi utuh.

Menurut Aaron, salah satu tantangan terbesar sebuah museum adalah tugasnya untuk menjaga koleksi yang ada di dalamnya. Sejak awal, Museum MACAN mempersiapkan serangkaian prosedur demi menjaga karyanya, seperti menjaga suhu ruang penyimpanan karya serta menghindari paparan sinar UV berlebih dengan merotasi karya yang dipamerkan. Inilah yang membuat pameran koleksi kian berganti. 

"Alasan utamanya adalah peran kami sebagai museum yang harus menjaga tiap objek dan merawatnya agar generasi mendatang dapat terus menikmatinya. Hal ini menyangkut perencanaan dan standar operasional," ungkap Aaron.


Peran museum dalam menghadirkan sajian terbaik atas perkembangan seni dan budaya

Kesenian menangkap nilai dari kejadian, serta menjadi bagian dari sejarah. Kemampuannya untuk menjadi titik temu antara beragam aspek kehidupan disajikan museum melalui narasi seni dan sejarah lewat berbagai program edukasi dan pameran yang menunjang pendidikan seni tersebut. Setidaknya bagi Aaron.

Mengelola dan mengartikulasikan bahasa kesenian dalam sebuah museum tak hanya digarap oleh kurator seorang. Di Museum MACAN, kita dapat menemukan posisi kerja yang mungkin belum sering terdengar sebelumnya, yakni kurator edukasi dan desainer pameran.

Kurator edukasi bertugas untuk mengembangkan program edukasi demi membantu audiens untuk berefleksi dan melihat diri mereka sendiri dalam sejarah seni. Menurut kurator edukasi Museum MACAN Nin Djani, yang biasa dipanggil Nindy, tujuannya adalah agar publik dapat berempati dengan apa yang terjadi dalam waktu dan periode yang berbeda. 

Nindy menjelaskan bahwa ia bekerja berbasis riset untuk dapat mendistribusikan ide dan gagasan pameran yang berlangsung. Ia harus sensitif terhadap topik dan tren berbagai kalangan masyarakat, mulai dari publik umum dan anak-anak hingga komunitas pendidikan. Aspek keamanan, aksesibilitas, format, dan inovasi menjadi pertimbangan utama dalam pengembangan program untuk publik.

Peran penting lainnya yang menyokong keutuhan sebuah program dan pameran museum adalah desainer pameran. Di Museum MACAN, posisi tersebut diisi oleh Cindy Tan yang sudah berkarir sebagai desainer pameran selama satu dekade terakhir. 

Desainer pameran bertugas untuk membangun pengalaman terbaik bagi pengunjung pameran, agar mereka dapat memahami dan menikmati seluruh bagian pameran lewat pengalaman ke-ruangannya.

Cindy menjelaskan perannya melalui sebuah analogi, "Kalau kita boleh ibaratkan, karya seni adalah objek-objek yang diletakkan di dalam satu kantong, kemudian kurator memutuskan narasi sebuah pameran. Narasi tersebut yang kemudian diberikan kepada seorang exhibition designer," jelas Cindy.

Seorang desainer pameran harus memiliki kepekaan atas rasa yang ingin disajikan kepada pengunjung. Hal tersebut dilakukan melalui pertimbangan warna, bentuk, dan ruangan itu sendiri. Yang tak kalah pentingnya adalah bentuk tampilan sebuah karya. Sehingga, mempelajari perilaku pengunjung di tempat-tempat umum dari waktu ke waktu adalah salah satu bekal utamanya.


Artikel terkait

See this gallery in the original post

Berita terkini

See this gallery in the original post