TFR

View Original

Dari tren “pamer” hadiah di media sosial menjadi peluang bisnis gifting

Ditulis oleh Maria Ermilinda Hayon | Read in English

Menerima hadiah dari pasangan, keluarga, kolega, atau teman-teman pastinya bikin senang. Saking senangnya, tak hanya ucapan terima kasih lewat ucapan atau pesan singkat saja yang kita haturkan, tapi diiringi juga dengan membuat unggahan “spesial” di media sosial seperti Instagram.

Menariknya, bukan hanya menyebut nama pengirim hadiah saja, tak jarang nama hingga akun brand dari hadiah yang kita terima ikut diselipkan dalam unggahan. Alhasil, unggahan ini pun bisa diunggah ulang oleh orang yang memberikan hadiah hingga akun brand yang kita cantumkan namanya. Pernah melakukannya? 

Memang tak semua orang “pamer” hadiah di media sosial, tapi rasanya ada banyak yang demikian di era digital ini. Soal unggahan ini biasanya akan tergantung pada siapa yang mengirimi hadiah. Semakin penting atau dekat, maka lebih mungkin dibuatkan unggahan.

Sementara dari sisi brand, biasanya semakin terkenal dan besar nama brand dari hadiah yang diterima, maka rasa ingin posting bisa semakin tinggi. Dengan begitu, semakin besar pula peluang untuk me-mention nama brand itu dalam unggahan.

Bagi pemilik brand, tren ini adalah sebuah keuntungan yang patut disyukuri. Khususnya, bagi banyak brand yang memang masuk ke dalam gifting industry.

Pandemi bikin laku

Mungkin ada banyak brand yang ikut merasakan keuntungan dari tren pamer hadiah di media sosial. DORE by LeTAO, misalnya. Brand yang menawarkan kue ulang tahun dan hampers ini juga mengaku kecipratan efek baik tren ini.

It's good for my business, karena gifting industry itu spesialnya marketing dikerjakan oleh customer kita. Mereka terima barang, say thank you di media sosial, dan media sosial jadi sarana komunikasi yang sangat kuat. Melihat fenomena saling kirim hampers ini, it's really good for me. And tentunya it started even stronger after pandemic,” kata Riki Kono Basmeleh, owner DORE by LeTAO dan Pancake Co.

Hal ini mungkin sangat terlihat kala memasuki hari-hari besar seperti Lebaran, Natal, dan Tahun Baru. Ini karena saat pandemi sedang tinggi, pembatasan sosial masih diberlakukan dan membuat orang tak bisa bersilaturahmi secara langsung atau saling mengunjungi.

Ujungnya saling kirim hampers atau hadiah jadi jalan keluar berbagi kasih sayang yang aman dan menyenangkan. Lalu, saling posting saja di media sosial.

Pola ini pun bertahan dan menjadi kesempatan bagi gifting industry. Bayangkan saja, satu orang yang membeli lalu diberikan ke banyak orang (keluarga atau teman), maka bisa promosi otomatis ke 5 atau 10 orang sekaligus. Efektif, efisien, dan gratis!

“Ya, my sells naik. Kalau jumlah pelanggan, honestly I don’t know exactly how much. But I would say double, maybe. Tapi, yang lebih signifikan itu online. Jadi dulu sama sekarang itu my sales online bisa sampai 10 kali lipat. But a lot of this coming from my team punya effort juga. Bukan cuma tren. We actually work prepared before. So when the pandemic hits, our team bisa gerak cepat,” ungkap Riki.

Thegifthings, brand yang khusus menyajikan beragam hampers mulai dari makanan, produk rumah tangga, hadiah, dan hampers hari raya, juga melihat bahwa fenomena gift-giving semakin menjadi budaya beberapa tahun belakangan ini. 

Hal ini diakui Vindy Kusuma, founder dan pemilik Thegifthings. Dari tren ini, jika ada mention brand tentu akan menjadi keuntungan pemasaran. Apalagi ditambah dengan budaya tidak resmi untuk saling membalas hadiah, terutama di hari raya.

“Untuk kenaikan tren hampers non-hari raya sepertinya lebih signifikan kami rasakan, terutama pada 2021. Ketika banyak event perusahaan, wedding, atau kegiatan tatap muka lainnya yang tidak bisa dilaksanakan karena pandemi, maka sebagai gantinya biasanya mereka mengirimkan hampers. Sedangkan untuk hampers hari raya tergolong masih stabil,” ungkap Vindy.

Strategi kemasan unik agar dipilih

Meski naik karena faktor pandemi, kemasan hampers yang ditawarkan tetap jadi pertimbangan. Mana yang unik itulah yang punya daya tarik lebih untuk dipilih.

Hampers are basically a gifting box, so we need to think outside the box and inside and each product punya packaging sendiri. It's a lot of ‘tek-tokan’ sih, bagaimana designing, sizing. Sizing matters when we think about the inventory,” ujar Riki.

Urusan packaging ini akan beradaptasi dengan tren yang tengah naik dan berkembang di pasaran. Ya, berusaha beradaptasi tapi di sisi lain tetap berusaha menampilkan ciri khas brand sendiri.

Para brand yang menawarkan konsep gifting ini berusaha menyeimbangkan apa yang disukai hingga apa yang viral di pasar, tapi juga berusaha agar tak sampai kehilangan jati diri. Ini karena hampers kalau monoton dan bisa didapat di banyak tempat, lantas apa spesialnya? Inilah yang menjadi tantangan terbesar dan berusaha dipecahkan oleh mereka yang terjun di dunia bisnis hadiah.

Kalau DORE, strateginya ada dua. Membuat produk yang memiliki makna di baliknya yang dikemas dalam kemasan premium.

“Bukan cuma hampers tapi juga birthday cake. Semua produk kita selalu ada story of product. So that's something that we are trying outside. Kita sudah 7 tahun di bisnis, and we are trying to create a story about the product. Kita spesialnya apa? For example, DORE we are part of our cheese cake, we are part of Japanese partnership karena kita kerja sama dengan LeTAO, brand dari Jepang. I myself am half Japanese. Packaging-nya juga selalu kita usahakan eksklusif, premium. Those are the things that we are trying to be different from other people,” ujar Riki.

“Kalau mengemasnya bagaimana sampai menarik, trying so hard juga, sih. Lihat kanan-kiri, belajar dari orang lain, we are try to look for new ideas. And we do have a department focusing on new products. So that's something that they are trying to invent,” lanjutnya.

Senada dengan DORE, Thegifthings juga berusaha selalu mengembangkan produk yang unik dan beda dari yang lain dengan berusaha menghadirkan produk yang bermanfaat untuk yang membeli ataupun menerima.

“Kita juga selalu browsing ide dari platform seperti Pinterest, dan peka terhadap trend-trend dari luar juga, terutama design aesthetic ala Korea yang sedang viral digemari netizen Indonesia. Biasanya kita selalu menggabungkan trend yang ada dengan sumber daya lokal, supaya tetap mendukung produksi dalam negeri,” ujar Vindy.

“Untuk signature packaging, kami selalu mengutamakan kemasan yang reusable namun tetap cantik dan presentable. Oleh karena itu, kami banyak memproduksi eksklusif tote bag or leather storage box, yang bisa digunakan kembali nantinya. Namun, tidak dimungkiri ada beberapa demand yang masih menggunakan hard box dan tetap harus kami jadikan opsi,” lanjutnya.

Gimana soal harganya?

Harga produk di Thegifthings berkisar antara Rp18.000 hingga Rp1.500.000, sementara DORE mematok harga mulai dari ratusan ribu rupiah karena punya konsep eksklusif dan premium. Yap, pastinya dibuat sesuai dengan target market masing-masing brand.

“And again, pricing is just price. So we are to create value around the product,” pungkas Riki.

Lagipula, jika sudah merasa cocok dengan produknya, harga kadang bukan lagi soal. Hal ini juga bisa menjadi satu hal yang positif karena bisa memajukan bisnis-bisnis hampers & gift lokal.


Artikel terkait

See this gallery in the original post

Berita terkini

See this gallery in the original post