TFR

View Original

Gamer perempuan di industri gaming: Bukan hanya “pemanis”

Ditulis oleh Rahma Yulita | Read in English

Competitive scene dunia gim seperti esports saat ini sudah semakin menunjukkan taringnya. Tak hanya eksis untuk gamer laki-laki saja, tetapi juga mulai banyak merangkul gamer perempuan dengan kualitas permainan yang tidak kalah tinggi hingga mampu bersaing di turnamen.

Contohnya adalah Universal Pin (UniPin), penyedia layanan pembayaran untuk gim online yang mengadakan UniPin Ladies Series Southeast Asia Championship (USC).

USC merupakan turnamen gim “Mobile Legends: Bang Bang” khusus perempuan di lingkup Asia Tenggara. Melansir Suara, Senior Vice President UniPin Community Debora Imanuella mengatakan, turnamen ini sengaja dibuat untuk memfasilitasi gamer perempuan agar dapat berkompetisi dan bersaing menunjukkan kemampuanya di tingkat profesional.

Apalagi mengingat kehadiran komunitas yang memberikan ruang nyaman dalam menuntun dan mengembangkan perempuan untuk bersaing secara profesional di ranah esports masih sangat sedikit, bahkan hampir tidak ada, di negara-negara lain.

Pada 2020, hampir 41% dari semua gamer di Amerika Serikat adalah perempuan. Di Asia, yang menyumbang 48% dari total pendapatan gim dunia, saat ini populasi perempuan di kancah gim mencapai 40%-45%, menurut Google dan Niko Partners.

Kehadiran gamer perempuan yang semakin banyak pun memunculkan pertanyaan terkait motivasi dan perilaku mereka saat bermain gim. Melansir Forbes, beberapa studi mengungkapkan adanya perbedaan motivasi dan perilaku dari gamer laki-laki dan perempuan.

Selain mencari distraksi, gamer perempuan di Perancis bermain gim untuk menantang dirinya sendiri dalam berkompetisi. Sementara, gamer laki-laki lebih banyak bermain gim untuk mengatasi rasa stres dan mencapai kesuksesan melalui persaingan.

Di Amerika Serikat, perempuan bermain gim untuk alasan sosial, di mana mereka suka terlibat secara sosial untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain. Pemilihan gimnya pun tak terbatas, dan perempuan cenderung memainkan semua jenis genre gim, terutama gim online yang sedang populer saat ini.

Gamer perempuan kerap dipandang sebelah mata

Meski eksistensinya sudah semakin banyak dan bisa bersaing di competitive scene seperti kebanyakan gamer laki-laki, tak jarang gamer perempuan masih dipandang sebelah mata di industri gaming.

Good Girl: Game On!, sebuah komunitas gaming untuk perempuan, menerbitkan siaran pers yang menegaskan bahwa popularitas tidak menjadikan industri gaming saat ini ramah gender. Faktanya, 65% gamer perempuan merasa tidak diterima ketika ingin bergabung ke dalam komunitas gaming.

Bahkan, 77% di antaranya tak luput dari perlakuan buruk seperti diskriminasi gender, pelecehan seksual, dan komentar-komentar yang bersifat menghina. Pada 2022, komunitas pro-gamer perempuan, Luna Nera, mengunggah pesan bernada seksis dan merendahkan yang dilontarkan oleh seorang influencer laki-laki kepada salah satu anggotanya.

Luna Nera juga sempat melakukan survei yang menunjukkan bahwa 72,5% anggotanya pernah dilecehkan secara online

Penelitian yang dilakukan Reach3 Insights bersama Lenovo pun menunjukkan 59% dari 900 gamer perempuan asal Amerika, Tiongkok, dan Jerman memilih untuk menyembunyikan identitas mereka.

Mengapa hal tersebut dilakukan? Jawabannya adalah untuk menghindari pelecehan seksual saat bermain gim.

Melansir Kumparan, tim esports FF Gaming juga mendapatkan pengalaman serupa ketika bertanding. Selain mengalami pelecehan seksual, mereka juga pernah mengalami diskriminasi ketika bertanding di turnamen.

Namun, dengan semakin berkembangnya industri gaming dan esports, semakin banyak pula tempat untuk gamer perempuan ikut berkompetisi untuk menunjukkan kemampuan mereka dan memperlihatkan bahwa mereka layak dipandang karena kemampuan bergaim gim, bukan karena hanya gendernya semata.

Perempuan di industri gaming dari segi produk

Melihat bagaimana industri gaming sudah banyak menampilkan gamer perempuan di competitive scene, bagaimana perempuan di industri ini jika dilihat dari segi produk?

Kehadiran karakter perempuan yang berperan penting dalam gim ternyata masih terbilang cukup rendah. Hal ini dikarenakan masih adanya stereotip produk gim, di mana karakter perempuan jumlahnya lebih sedikit, lebih sering dijadikan objek seksual, dan lebih sering ditampilkan sebagai karakter non-esensial atau pasif.

Pada 2022, EDHEC Business School melakukan penelitian dengan mewawancarai 31 gamer terkait dampak penceritaan gender dilihat dari persepsi gamer tentang stereotip gender. Penelitian ini menjadikan gim “Assassin”s Creed” dan “The Witcher” sebagai objek penelitiannya.

Hasilnya cukup mengejutkan dan memprihatinkan. Pasalnya, proporsi karakter laki-laki dan perempuan di gim “Assassin’s Creed” memiliki kesenjangan yang cukup besar, yakni 87,1% berbanding 12,9%. Durasi karakter “aktif’ di dalam gim tersebut juga masih dipegang karakter laki-laki sebanyak 90,2%, sementara karakter perempuan hanya 9,8%.

Hasilnya tidak berbeda jauh dengan gim “The Witcher”, di mana karakter laki-laki masih mendominasi sebanyak 60%-80% dibandingkan kemunculan karakter perempuan yang hanya 10%-30% saja.

Namun, perkembangannya sudah mulai terlihat dengan munculnya karakter playable perempuan di gim legendaris “Grand Theft Auto 6 (GTA)” untuk pertama kali dalam sejarahnya sejak gim ini rilis tahun 1997. “GTA 6” dikabarkan akan rilis pada 2024 mendatang.

Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan positif juga terlihat dalam hal representasi gender yang mulai disetarakan. Seperti perubahan ilustrasi mencolok dari tampilan fisik karakter Lara Croft dalam gim “Tomb Raider” yang semakin tertutup dan tidak menonjolkan pakaian seksinya.

Hal ini tentu sangat berpengaruh dengan pandangan orang-orang terkait peran perempuan di dalam gim.

Dengan menunjukkan kesetaraan gender dalam produk gim, pengembang gim telah menunjukkan tanggung jawab sosial untuk berkontribusi dalam memberikan edukasi untuk audiens mereka tentang kesetaraan gender, keragaman, dan inklusi.

Bagaimana masa depan industri gaming untuk perempuan?

Peran perempuan di belakang layar dalam industri gaming menjadi salah satu hal yang menarik untuk dibicarakan. Menurut data Statista, 38% pengembang gim pada 2021 adalah perempuan. Angka ini meningkat jika dibandingkan lima tahun sebelumnya yang hanya 27%.

Memiliki lebih banyak perempuan di belakang layar berarti pengembang dapat merancang dan membuat gim yang tak hanya akan menargetkan pertumbuhan streamer dan gamer perempuan yang eksponensial, tetapi juga benar-benar terhubung dengan mereka.

Meskipun masih ada masalah yang signifikan terkait penggambaran perempuan dalam gameplay, memiliki lebih banyak karakter protagonis playable perempuan dalam video gim akan meningkatkan kualitas gim tersebut dalam menciptakan komunitas gim yang lebih inklusif.


Artikel terkait

See this gallery in the original post

Berita terkini

See this gallery in the original post