TFR

View Original

Tidak dilibatkan dalam proses revitalisasi TIM, seniman protes dan ajukan pengaduan

Para seniman melalui Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (FSPTIM) kembali menentang proyek revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM). Pasalnya, mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses ini.

Polemik mengenai proyek revitalisasi ini muncul sejak sebelum proyek ini dimulai. Para seniman menilai bahwa Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku kontraktor malah mengkomersialisasikan TIM dengan berencana membangun hotel dan tempat mewah lainnya di lokasi.

Sebab itu, pembangunan sempat dihentikan sementara dan kembali dilanjutkan setelah Jakpro berjanji tak melakukan komersialisasi. 

Ditambah lagi, para seniman mengatakan bahwa revitalisasi TIM tidak mengikuti, bahkan mengabaikan, keinginan dan masukan mereka. Sebelumnya pada tahun lalu, diadakan beberapa focus group discussion (FGD) serta pertemuan-pertemuan strategis mengenai pengelolaan PKJ-TIM pasca-revitalisasi. 

Namun nyatanya, kegiatan-kegiatan ini hanya melibatkan Jakpro dengan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan masyarakat seniman, tanpa melibatkan Akademi Jakarta (AJ) dan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

Konflik kembali mencuat karena moratorium revitalisasi TIM sebenarnya telah ditetapkan pada Februari 2021 lalu. Namun, FSPTIM merasa Jakpro tidak mengindahkan kesepakatan tersebut. Maka dari itu, FSPTIM melakukan pengaduan kepada DPRD mengenai kasus ini pada 23 Maret lalu. 

“FSPTIM secara serius menangkap kesan bahwa pihak Jakpro ingin mengingkari pasca-penetapan moratorium revitalisasi TIM pada Februari 2021 yang lalu,” tulis FSPTIM dalam surat aduan ke DPRD, dilansir dari JPNN.

“Hasil forum tak dilaksanakan. Sekarang, pembangunan fisik maupun isinya tidak sesuai dengan kemauan para seniman," jelas anggota fraksi PDIP Jhonny Simanjuntak ketika menjelaskan aduan FSPTIM. 

Para seniman juga mengatakan bahwa sistem pencahayaan, akustik, hingga tempat duduk penonton di gedung pertunjukan Graha Bhakti Budaya (GBB) dirombak oleh Jakpro sehingga tak mendukung pagelaran pertunjukan teater. 

Mereka juga berkeberatan jika tempat duduk penonton dibuat hingga 1.000 bangku karena tidak sesuai dengan standar teater. 

“Untuk apa coba? Itu mah lebih ke kegiatan seni pop. Harusnya, daya tampungnya cukup 600 agar ada kedekatan antara penonton dengan pertunjukan teater itu sendiri,” tutur Jhonny mengutip aduan para seniman.

Para seniman juga meminta agar operasional TIM pasca-revitalisasi tidak sepenuhnya diatur hanya oleh pemerintah provinsi, namun namun diserahkan kembali kepada seniman badan layanan umum daerah (BLUD).

Menurut unggahan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, saat ini revitalisasi TIM sudah hampir rampung. Ia pun mengatakan bahwa perencanaan revitalisasi kawasan TIM sudah melibatkan para seniman dan selalu memastikan keterlibatan mereka.