TFR

View Original

Google sebut peraturan hak cipta musik Indonesia sudah tak relevan

Perlindungan hak cipta adalah salah satu hal yang perlu diperhatikan, termasuk juga di industri musik tanah air. Maka itu, awal bulan ini (6/9), YouTube menggelar diskusi terkait hal tersebut.

Dalam acara yang diadakan anak perusahaan Google itu, hadir juga Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), hingga pelaku industri musik Indonesia. Pasalnya, diskusi itu ialah bagian dari workshop tata kelola hak cipta musik di YouTube.

Menariknya, dalam acara yang dihelat di kantor Google Indonesia tersebut, Luke Anthony selaku Music Counsel Google APAC menilai bahwa regulasi hak cipta musik di Indonesia sudah tidak relevan.

“Kami menilai bahwa regulasi yang saat ini ada, tidak merefleksikan bagaimana pasar beroperasi dan tidak sesuai dengan praktik lisensi di platform online yang serba cepat,” tutur Luke Anthony. 

Pasalnya, menurut Anthony, hal tersebut penting dipertimbangkan karena Indonesia menjadi salah satu negara dengan produksi musik di ranah digital yang berkembang cukup pesat. 

Hal tersebut pun diamini oleh perwakilan Kemenparekraf, yakni Direktur Pengembangan Kekayaan Intelektual Industri Kreatif, Robinson Sinaga. Dirinya setuju bahwa regulasi hak cipta perlu dibenahi. 

“Diskusi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan membuka peluang baru untuk industri dan kreator musik Indonesia, karena kebijakan akan perlindungan Hak Cipta yang mendukung kepastian hukum tentunya dapat mendorong tumbuhnya ekosistem musik digital,” jelas Robinson.

Rangkaian acara inisiasi Google Indonesia itu seraya sosialisasi kerja sama YouTube dengan mitranya, Indonesia Digital Entertainment (IDE), induk perusahaan Sosialoka Indonesia. Sebagai digital agency, Sosialoka mengelola kampanye digital musik dan berkaitan dengan proses penciptaan lagu.

“Selama tiga tahun terakhir Sosialoka membersamai musisi dari beragam label rekaman di Indonesia dalam mempromosikan dan mengoptimalkan karya-karya mereka secara digital,” tutur Miftah Faridh dari Sosialoka.