TFR

View Original

5 cara mengatasi hustle culture dan mulai bekerja cerdas

Hustle culture artinya keadaan di mana seseorang menetapkan standar yang menganggap dirinya hanya bisa mencapai kesuksesan ketika mendedikasikan hidupnya untuk bekerja sekeras mungkin. Ibaratnya, bisa dikatakan kalau pekerjaan itu di atas segalanya. Karena bisa merugikan diri sendiri jika tidak segera diatasi, kamu perlu mulai mencari cara mengatasi dampak negatif hustle culture.

Memangnya separah apa sih keadaan hustle culture yang terjadi saat ini? Lalu, bagaimana cara menarik diri agar terhindar dari kondisi tersebut dan bisa bekerja dengan kesehatan mental yang lebih baik?

Survei TFR terkait hustle culture

Untuk melihat seberapa banyak hustle culture mempengaruhi kehidupan para pekerja saat ini, TFR melakukan riset dengan nama “Budaya Gila Kerja” di tahun 2021 kemarin.

Hasil survei menunjukkan fenomena hustle culture telah dirasakan oleh banyak orang, di mana 83,8% responden menganggap bahwa lembur adalah kejadian yang normal, 69,6% mengaku bahwa mereka rutin bekerja di akhir pekan, dan 60,8% merasa bersalah ketika mereka tidak bekerja lebih lama dari semestinya.

Bahkan, ada responden yang mengaku bekerja dengan rata-rata waktu 100 jam seminggu. Hal ini tentu terlihat mengkhawatirkan, mengingat jam kerja normal seorang full time (pekerja penuh waktu) rata-rata berada di angka 40 jam seminggu.

Baca Juga: Pekerja pabrik Louis Vuitton di Perancis mogok, menuntut gaji lebih tinggi, memprotes perubahan jam kerja

Akibatnya jadi muncul pertanyaan, bagaimana cara agar tidak terjebak dalam hustle culture dan memiliki kehidupan kerja yang lebih sehat? Dilansir dari Forbes, inilah cara yang bisa kamu lakukan agar terlepas dari budaya gila kerja.

5 cara mengatasi hustle culture atau budaya gila kerja

1. Audit waktu

Cara mengatasi hustle culture adalah dengan melakukan audit waktu. Seperti apa maksudnya? Audit waktu bisa membantu kamu mengetahui waktu yang kamu alokasikan setiap harinya. Dengan mengaudit waktu, kamu bisa meminimalisir kemungkinan menghabiskan banyak waktu untuk sesuatu yang tidak terlalu penting untuk dilakukan, sehingga manajemen waktumu jadi lebih tertata rapi.

Audit waktu juga penting agar kamu bisa mengatur waktu yang tepat dihabiskan untuk diri sendiri. Katakanlah kamu bekerja dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore, usahakan setelah jam kerja usai untuk mengurus diri sendiri.

Dalam melakukan pekerjaan, sebaiknya kamu tidak memforsir diri dan berlari, cobalah untuk mengambil langkah kecil secara perlahan sampai akhirnya kamu mencapai tujuan. Ingat, ya, kesejahteraan diri sendiri sangatlah penting supaya kamu tidak burnout ketika bekerja. Maka dari itu, atur waktu sebaik mungkin dan mulai coba untuk mengikuti jadwal yang kamu buat setelah mengaudit waktu.

2. Kombinasikan self-acceptance dan self-growth

Cara mengatasi hustle culture lainnya adalah dengan menerima diri. Sebagian orang mungkin masih berpikir bahwa self-acceptance dan self-growth bukanlah sesuatu yang bisa dijalankan secara bersamaan, alias harus dipilih salah satunya saja.

Mereka yang berpikiran seperti ini akan terjebak di dalam pemikiran bahwa ketika mereka bisa mencapai sesuatu, mereka akan bahagia tanpa memikirkan apakah sesuatu tersebut memiliki dampak positif secara keseluruhan untuk perkembangan diri mereka.

Sebenarnya, self-acceptance dan self-growth bisa dilakukan secara bersamaan, lho. Alih-alih hanya fokus terhadap satu dan mengesampingkan kenyamanan serta kebahagiaan kamu selama bekerja, kamu bisa menuliskan hal-hal yang ingin kamu capai dan bisa memberikan kepuasan terhadap diri sendiri. Dengan begitu, kamu tak akan merasa mengorbankan satu hal demi hal lainnya dan pencapaian bisa berjalan bersamaan dengan kebahagiaan.

3. Belajar untuk menolak dan mengatakan “tidak”

Seseorang yang ambisius biasanya memiliki tekad yang sangat kuat untuk mencapai tujuan sampai-sampai ia menerima semua tantangan yang diberikan kepada dirinya. Akhirnya, kamu tidak memperhitungkan bahwa sedang ada proyek lain yang kamu kerjakan dan terpaksa melakukan lebih dari satu pekerjaan secara paralel atau bersamaan. Jika kamu tidak bisa mengatasinya dengan baik, hal ini justru bisa memicu burnout dan kelelahan di tempat kerja.

Untuk menghindari hal tersebut, kamu perlu membiasakan diri mengatakan “tidak” atau “tidak sekarang” untuk sesuatu yang penting tetapi tidak mendesak. Atau, jika kamu diminta untuk mengerjakan sesuatu di luar jobdesk disaat kamu sedang sibuk, kamu bisa langsung menolaknya. 

Hal itu penting dilakukan agar kamu bisa memaksimalkan waktu yang kamu punya selama waktu kerja dan juga bisa diaplikasikan sebagai cara mengatasi hustle culture. Dengan begitu, kamu bisa memiliki fokus yang lebih tertata untuk tugas-tugas yang kamu punya.

Baca Juga: Mengapa menjadi "lunak" diperlukan di tempat kerja?

4. Lakukan time-saving

Melakukan time-saving juga merupakan cara mengatasi hustle culture. Contohnya ketika menentukan waktu untuk sebuah meeting, maksimalkan jadwal meeting tersebut hanya untuk 30 sampai 45 menit saja. Ini bisa memberikan waktu untuk kamu beristirahat sejenak setelah meeting sebelum melanjutkan pekerjaan lain.

Lalu, jika kamu masih bekerja secara remote, maksimalkan komunikasi menggunakan teks, email, dan pesan suara agar tidak terlalu banyak menjadwalkan meeting untuk membahas sesuatu yang bisa didiskusikan lewat teks. Kamu pun bisa menetapkan target waktu untuk menyelesaikan satu pekerjaan dan menyisakan beberapa menit untuk beristirahat agar tidak menghabiskan banyak waktu hanya untuk melakukan satu pekerjaan saja.

5. Lebih aware dengan kebutuhan diri

Cara mengatasi hustle culture yang terakhir dan merupakan cara terpenting adalah dengan mengetahui apa yang sebenarnya kamu butuhkan. Ini juga cara terbaik untuk melepaskan diri dari hustle culture atau budaya gila kerja. Cobalah untuk sesekali melakukan refleksi diri dan melihat apakah yang kamu lakukan sudah sesuai dengan apa yang kamu butuhkan untuk bisa mencapai tujuan yang ditetapkan tanpa memaksakan diri mengerjakannya secara terus-menerus tanpa istirahat.

Baca Juga: Apakah pekerja lepas paham dampak RUU Cipta Kerja?

Jika kamu adalah seorang pemimpin yang bertanggungjawab atas pekerjaan anggota tim dan cenderung menuntut mereka untuk menyelesaikan pekerjaan dengan ekspektasi yang tidak masuk akal, mungkin inilah saatnya kamu untuk merefleksi diri dan mengevaluasi ulang strategi yang diterapkan untuk tim kamu.

Perlu diingat bahwa tidak semua hal bisa juga selalu dikaitkan dengan hustle culture. Beberapa hanya perlu penyesuaian. Usahakan untuk tidak menetapkan goals dan ekspektasi diri yang tidak masuk akal dalam mencapai tujuan karir kamu kedepannya.