TFR

View Original

Banyak kasus pelanggaran HAM tenggelam, AJAR gelar pameran agar tak ada lagi impunitas

Menanggapi banyaknya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Asia Justice and Rights (AJAR) menyelenggarakan Pameran Nasional dengan tema "Learning Humanity, Unlearning Impunity"

Pameran garapan AJAR ini menyadarkan kesadaran tentang berbagai cerita kasus HAM yang rentan hilang tanpa pernah dituntaskan. “Penyintas pelanggaran HAM tak kunjung mendapatkan pengakuan, permintaan maaf, serta reparasi dari negara,” tulis AJAR dalam rilis pers yang TFR terima. 

Kabar baiknya, AJAR melihat bahwa semakin banyak generasi muda yang mulai bergerak memastikan para penyintas kasus HAM dan publik tidak lagi menghadapi impunitas atau keadaan nirpidana. 

Ya, impunitas yang dimaksud hingga dijadikan tema pameran ini ialah kegagalan membawa pelaku pelanggaran HAM untuk diadili dan merupakan penyangkalan hak korban untuk keadilan dan pemulihan. Pasalnya, menurut AJAR, masih banyak pelanggaran HAM berat yang tak kunjung diadili.

Lewat pameran kali ini, AJAR menampilkan karya-karya generasi muda dan para penyintas kekerasan masa lalu. Mereka merupakan peserta Community Learning Centre (CLC) dibawah naungan AJAR selama setahun terakhir di beberapa daerah terdampak konflik kekerasan di Indonesia. 

Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan adalah empat lokasi konflik kekerasan di mana CLC berada. Pasalnya, lewat komunitas tersebut ada 78 anak muda yang mempelajari sejarah konflik di daerahnya, serta opsi dan metode demi menghapus impunitas.

Pameran yang berlangsung hingga 28 Agustus lalu itu dikurasi perupa Jakarta Ika Vantiani. Beragam kolase yang jadi medium seni utama ditampilkan. Selain itu, ada pemutaran film “Lagu Untuk Anakku" yang menampilkan kelompok Dialita yang beranggotakan penyintas pembantaian 1965 di Indonesia.

Selain itu, digelar diskusi "Anak Muda dan Bahaya Laten Impunitas" pada hari yang sama, dengan ditemani oleh Coory Yohana Pakpahan (Pamflet Generasi), Delpedro Marhaen (Blok Politik Pelajar), Khanza Vina, komunitas eks-TimTim camp Tuapukan/Noelbaki, dan Raisa Widiastari (AJAR).

Rangkaian program CLC yang menyokong pameran ini dilakukan AJAR bersama FOPPERHAM (Forum Pendidikan dan Perjuangan Hak Asasi Manusia), JPIT (Jaringan Perempuan Indonesia Timur), CIS Timor, KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) Sulawesi, serta SKP HAM (Solidaritas Korban Pelanggaran HAM) — demi memastikan terciptanya ruang aman untuk berbagi dan belajar dengan sensitif akan trauma masa lalu, saling menghormati, dan inklusif.