TFR

View Original

Risograph printing: Sejarah, kelebihan, hingga kekurangannya

Beberapa waktu belakangan ini, tren risograph printing atau teknik cetak menggunakan mesin risograph kembali diminati di dunia desain dan ilustrator tanah air.

Padahal, teknik cetak ini sudah lama populer di luar negeri, khususnya di negara asalnya, Jepang.

Ada banyak alasan mengapa risograph printing kembali mendapatkan popularitasnya di Indonesia.

Pasalnya, ia memang memiliki berbagai kelebihan dan keunikan apabila dibandingkan dengan teknik cetak lainnya yang lebih praktis seperti digital dan offset printing.

Oleh sebab itu, melalui artikel ini, TFR ingin membahas lebih dalam beberapa hal mengenai risograph printing yang perlu diketahui masyarakat, terutama pelaku industri ini, seperti desainer dan ilustrator.

Bagi penikmat seni yang sering bertanya-tanya mengapa karya yang dicetak menggunakan mesin riso cenderung lebih mahal, kamu juga bisa menemukan jawaban lebih lengkapnya di sini.

Yuk, kenalan lebih jauh dengan risograph printing, teknik cetak yang bisa kamu jadikan alternatif selain digital dan offset printing!

Baca juga: Teknik cetak tinggi: Pengertian, cara kerja, hingga penerapannya

Sejarah risograph printing

Jika ditarik ke belakang, risograph printing sebetulnya sudah ada sejak tahun 1980 silam. 

Saat itu, perusahaan asal Jepang bernama Riso Kagaku Corporation menciptakan teknik cetak baru dengan cara menggabungkan silkscreen printing (sablon), photocopy printing, dan offset printing.

Tujuannya ialah untuk mempermudah proses duplikasi berbagai dokumen penting. Dari situ, lahirlah risograph printing yang kini kenal seperti saat ini.

Sebelum dijadikan sebagai medium berkreasi seni seperti untuk mencetak poster, zine, ataupun postcard, risograph masuk ke Indonesia pada awal 2000-an.

Kala itu, mesin riso digunakan untuk mencetak atau menduplikasi dokumen berwarna, seperti nota dan kwitansi, dalam jumlah banyak sekaligus lebih cepat.

Melansir situs DKV BINUS University, mesin riso mulai digunakan sebagai medium ekspresi seni sekitar 2016, ditandai dengan munculnya sejumlah komunitas independen yang mencetak ilustrasi ataupun karya seni visual dalam bentuk zine.

Desainer sekaligus pendiri perusahaan penyedia jasa desain dan packaging Qualita Company Lulu Bong, mengaku sudah tertarik dengan risograph sejak 2010-2011 ketika teknik cetak ini masih sepi peminat.

“Aku sudah lama suka sama risograph ini, tapi waktu itu memang belum ada peminatnya. Tapi beberapa tahun belakangan ini makin banyak yang minat, makanya aku putuskan untuk membeli mesin riso,” ungkap Lulu dalam wawancara bersama TFR beberapa waktu lalu.

Ya, karena peningkatan minat tersebut, Qualita Company pun tak ingin melewatkan kesempatan untuk melebarkan sayapnya ke teknik cetak baru. 

Kini, Lulu melalui Qualita menyediakan jasa cetak riso untuk para desainer ataupun ilustrator.

Baca juga: Seni rupa dua dimensi: Pengertian dan teknik cetak karya seni grafis

Kelebihan risograph printing

Risograph printing memiliki banyak sekali keunggulan. Salah satunya yang tidak ditawarkan oleh mesin cetak lain adalah terkait pendekatan keberlanjutan yang diterapkan. 

Riso ialah mesin cetak satu-satunya yang bisa dibilang paling ramah lingkungan. Betapa tidak, mesin ini menggunakan tinta yang dibuat dari tanaman, yakni gabah beras dan soya, sebagai bahan utamanya.

Selain itu, layar master yang digunakan untuk mencetak terbuat dari serat pisang yang dapat didaur ulang apabila selesai digunakan. Proses pencetakan menggunakan riso pun cenderung lebih singkat, sehingga menggunakan lebih sedikit energi!

“Ini adalah mesin yang paling ramah lingkungan untuk saat ini. Karena mereka less energy dan semua bahannya, dari tinta sampai master screen itu plant-based. Ini satu-satunya mesin printing yang betul-betul komitmen dengan sustainability,” terang Lulu.

Secara teknis, mencetak menggunakan mesin riso pun berbeda dengan mesin printing lainnya. 

Risograph printing tidak menggunakan skala warna CMYK (cyan, magenta, yellow, key), melainkan menggunakan apa yang disebut sebagai spot color.

CMYK sendiri merupakan mode warna yang digunakan peralatan percetakan komersial untuk menciptakan grafik dan gambar penuh warna, di mana proses percetakannya melibatkan penggabungan sejumlah tinta warna berbeda untuk menghasilkan spektrum warna penuh.

Sementara itu, spot color adalah warna solid yang dihasilkan dari tinta dan dicetak dalam satu waktu. 

Artinya, proses cetak menggunakan mesin riso dilakukan dengan cara menumpuk satu lapisan warna dengan lapisan warna lainnya.

Lulu kemudian melanjutkan, “Untuk mencapai full color, sebenarnya bisa CMYK, tapi berbeda dengan CMYK basic pada umumnya, sebab CMYK di riso itu cyan itu pakai biru, magenta pakai fluorescent pink, sedangkan yellow dan black masih sama. Yang bikin beda itu biru dan fluorescent pink-nya yang berbeda dengan mesin digital atau offset printing.”

Baca juga: Antara media dan medium seni rupa, ini penjelasan dan berbagai contohnya!

Kekurangan risograph printing

Lantas, bagaimana dengan kekurangannya? Salah satu kekurangan risograph printing adalah ia tidak bisa memberikan hasil sempurna pada cetakannya.

Namun, kekurangan ini kerap kali dianggap sebagai kelebihan utamanya karena menciptakan keunikan bagi tiap hasil cetakan, membuatnya menjadi one-of-a-kind.

Inilah yang kerap kali “dijual” oleh para ilustrator, yakni memberikan kesempatan bagi para penikmat seni untuk mendapat satu karya yang berbeda dengan lainnya.

“Memang imperfection-nya itu kita glorify. Jadi sebenarnya setiap karyanya jadi one-of-a-kind. Kalau mau membicarakan sama ilustrator, ini jadi playground mereka untuk melepaskan ego,” ungkapnya lagi.

Ia mengatakan, “Karena, kan, sebagai ilustrator biasanya inginnya sempurna. Yang dicetak harus sesuai warnanya dengan layar. Tapi di sini mereka justru harus terima imperfection-nya itu.” 

Kekurangan lainnya, karena masih sedikit yang mengetahui dan berminat dengan mesin riso, maka belum ada produsen mesin riso di Indonesia. 

Sehingga, untuk mendapatkan mesin dan kebutuhan cetak lainnya, kamu masih harus memesannya langsung dari Jepang.

Di samping itu, apabila terjadi eror ataupun masalah pada mesin, dibutuhkan waktu lebih lama hingga teknisi datang untuk memperbaikinya. 

Sebab, sumber daya manusia (SDM) yang memahami cara mengoperasikan dan memperbaiki mesin ini masih sangat terbatas.

Selain karena lebih kompleks untuk menghasilkan satu karya cetak, kekurangan secara teknis tersebut juga memengaruhi harga akhir risograph print yang dijual oleh desainer dan ilustrator.

Jadi, setelah memahami tentang risograph printing, apakah kamu tertarik untuk mencoba teknik cetak yang satu ini?