TFR

View Original

Pameran Nandur Srawung #11 rayakan warisan seniman terdahulu

Pameran Nandur Srawung (NS) kembali digelar untuk kesebelas kalinya pada 15-28 Agustus di Galeri Taman Budaya Yogyakarta.

Mengangkat tema “WASIAT: Legacy”, pameran ini merayakan warisan seni rupa dari para seniman pendahulu yang telah memberikan kontribusi besar terhadap dunia seni rupa dan sejarah Indonesia.

Selain itu, pameran ini juga mengeksplorasi bagaimana warisan tersebut memengaruhi seniman masa kini dalam berbagai aspek, mulai dari sosial, budaya, sampai artistik.

Berbagai seniman yang berpartisipasi pun didorong untuk mengeksplorasi warisan seni tersebut, tetapi dengan pendekatan yang inovatif dan personal. 

Sehingga, karya yang dipamerkan tetap dikemas dalam konteks kekinian, dengan penafsiran ulang yang menghidupkan kembali deretan warisan tersebut.

Nandur Srawung #11 sendiri mengusung lima nilai visi, yakni inklusi, edukasi, inovasi, dan kolaborasi yang tercermin dalam setiap program yang dihadirkan selama pameran berlangsung.

Baca juga: ArtMoments Jakarta 2024 pamerkan 1000+ karya dari 200+ seniman & 40 galeri!

Ruang pameran dan program menarik NS #11

Adapun praktik pewarisan yang disajikan kepada publik dibagi ke dalam beberapa klaster berdasarkan periode perkembangan seni rupa di Indonesia.

Pembagiannya ialah Bangsa Merdeka dan Rayuan Pulau Kelapa (1945-1955); Suara Rakyat dan Gelanggang Warga Dunia (1955-an hingga 1965); Lantunan Lirisisme dan Perayaan Bentuk (1965-1975); serta Menggali Akar dan Mendobrak Batas (1975-an hingga 1985-an).

Kemudian ada pula Pengembara di Dunia Mental dan Mimbar Bebas (1985-an hingga 1995-an); Seni Publik dan Media Baru (1995-an hingga 2005-an); dan Seni Pop dan Kampung Global (2005-2015).

Tidak hanya membagi ruang pameran, NS #11 juga dilengkapi dengan berbagai program yang terbuka untuk para penikmat seni dan masyarakat umum.

Salah satunya ialah Nandur Gawe, di mana para seniman dan peserta diajak mengolah ide dan konsep bersama kolaborator, yang merupakan kolektif atau seniman di Yogyakarta, selama tujuh hari.

Harapannya, program ini dapat melengkapi proses pewarisan dalam bentuk ilmu pengetahuan dan upaya pelestarian seni rupa di Indonesia. 

Di samping itu, format inkubasi bertujuan mendukung kreativitas seni para peserta dan kolaborator.

Karya yang dihasilkan dari proses ini akan dikembangkan di ruang pamer dalam bentuk proposisi atau konsep. Hasilnya pun akan dipresentasikan di program lainnya, yakni Srawung Moro.

Program lain yang tak kalah menarik ialah Srawung Sinau, kelas pengantar sejarah seni rupa untuk memperkenalkan dan memberikan pemahaman dasar kepada para peserta mengenai sejarah seni rupa di Indonesia.

Pengunjung juga dapat berpartisipasi dalam program harian NS, yang terdiri dari:

  • Bursa Seni: Menyajikan collectable art item dan merchandise seniman;

  • Srawung Moro: Open studio showcase;

  • Nandur Kawuh: Wicara seniman;

  • Srawung Temu: Tur kuratorial;

  • Lokakarya untuk publik.

Jika tertarik untuk mendalami warisan seni rupa di Indonesia dan lebih mengenal seniman asal Yogyakarta, kamu bisa langsung datang ke pameran ini, yang dibuka untuk umum dan gratis!