TFR

View Original

TORAJAMELO perkenalkan penenun gedogan ke pasar global

Jenama social enterprise TORAJAMELO memperkenalkan karya tenun gedogan (backstrap) ke pasar global melalui Sarinah Duty Free.

Pasalnya, bukan hanya batik saja wastra (kain tradisional) Indonesia yang perlu mendapatkan pengakuan internasional, tetapi juga tenun yang turut memiliki sejarah panjang dan kaya akan cerita.

Apalagi, teknik pembuatan dan motif yang dihadirkan pada tenun gedogan memiliki nilai sejarah asli Indonesia yang dapat dieksplorasi lebih luas dan patut diakui oleh pasar internasional.

Sebagai informasi, gedogan merupakan teknik kuno dalam pembuatan tenun, di mana lungsi (benang) dipasang pada satu ujung ke badan penenun dan di ujung lainnya ke benda padat seperti pohon ataupun tiang.

Selain memperkenalkan tenun ke tingkat global, hal ini dilakukan untuk merealisasikan visi TORAJAMELO untuk mengurangi kemiskinan sistemik lewat pembangunan ekosistem berkelanjutan bagi para perempuan penenun di seluruh Indonesia dan dunia.

Hingga saat ini, jenama yang telah berdiri selama 14 tahun itu telah memberdayakan lebih dari 1.100 penenun perempuan dari berbagai kelompok masyarakat.

Tidak hanya menggandeng penenun di Toraja, melainkan juga berbagai komunitas penenun di daerah lain, mulai dari Sulawesi sampai Nusa Tenggara Timur (NTT), termasuk Manggarai yang saat ini tengah menjadi sorotan TORAJAMELO.

Baca juga: SPOTLIGHT Indonesia tampilkan kreativitas industri fesyen lokal lewat wastra

Dalam memilih penenun untuk membuat produknya, CEO TORAJAMELO Aparna Bhatnagar Saxena mengatakan bahwa pihaknya terlebih dulu menyorot bagaimana kesejahteraan komunitas penenun di sana.

“Apakah mereka mengalami tantangan dan tidak memiliki dukungan? Atau mereka mengalami masalah seperti kurangnya kesempatan untuk memasarkan produk di pasar lokal? Pendekatan yang kami lakukan selalu dalam bentuk kolaborasi dan bekerja sama dengan komunitas,” ungkapnya dalam acara media gathering “Sarinah Duty Free Activation” bersama TORAJAMELO, Kamis (19/1).

Oleh sebab itu, agar kolaborasi tersebut dapat terlaksana secara merata dan menjangkau seluruh kelompok penenun di berbagai daerah, jenama yang telah berdiri sejak tahun 2008 itu kerap melakukan pengecekan berkala.

Tak bisa dimungkiri, menurut salah satu perwakilan penenun dari Manggarai, NTT, Ester Dagomez, tidak sedikit penenun di sana yang mengaku mengalami kesulitan untuk memasarkan hasil kain tenunnya.

Padahal, untuk menghasilkan selembar kain tenun dibutuhkan waktu yang cukup lama, mulai dari dua minggu sampai berbulan-bulan, tergantung tingkat kesulitan dari motif yang ingin dihasilkan.

Adapun TORAJAMELO dan Sarinah Duty Free turut menghadirkan langsung dua perempuan penenun asal Manggarai yang akan menunjukkan proses menenun secara langsung di Lantai 4 Sarinah Department Store mulai 19-29 Januari pukul 09.00-18.00 WIB.

Dalam kesempatan tersebut, pengunjung tak hanya berkesempatan melihat kepiawaian para penenun dalam menghasilkan wastra bernilai tinggi, namun juga dapat berbincang dan belajar mengenai praktik tenun langsung dari pengrajinnya.