Di Ibu Kota boleh bucin, asal jangan sampai miskin

Ditulis oleh Aira Linda | Read in English

Belum lama ini, momen Hari Valentine semarak dirayakan. Ya, paling tidak oleh pasangan-pasangan di Jakarta.

Banyak pasangan saling bertukar coklat dan kado hingga merencanakan kencan yang spesial. Mungkin bisa jauh lebih mewah dari kencan biasanya. Tak sedikit juga yang mengunggah momen kencannya di media sosial. 

Hal ini menarik karena budaya kencan, atau bahasa Jaksel-nya dating culture, di kalangan pemuda dan pemudi Ibu Kota untuk merayakan Valentine makin bertumbuh. Padahal, katanya Valentine bukan budaya kita? 

Tapi terlepas dari momen Valentine dan kontroversinya, dating culture di Ibu Kota memang menarik untuk dikuliti, khususnya soal sisi keuangan dan bisnis yang mengitarinya. Bukan apa-apa, setiap pergi keluar untuk kencan dengan pasangan umumnya membutuhkan biaya, kan?

Dari ngopi sampai open bottle

Jangan salah, pendapatan dan pengeluaran buat kencan wajib dihitung benar-benar. Apalagi di Ibu Kota yang katanya metropolitan ini.

Kalau cuma berlandaskan cinta saja, keuangan bisa berantakan karena biaya kencan yang ternyata enggak sedikit memakan pendapatan bulanan. Sementara kenyataannya muda-mudi Jakarta tak semuanya mapan dan berpenghasilan besar.

Ada satu cerita yang tahun lalu sempat ramai di Twitter dan Instagram soal biaya kencan di Jakarta ini. Lewat unggahan di Instagram Story, @overheardkeuangan membagikan kisah seorang pria yang menghabiskan uang Rp2.000.000 setiap bulan untuk biaya pacaran di Ibu Kota, mulai dari makan, jajan, jalan-jalan, hingga pengeluaran lainnya.

Makin menarik karena banyak yang mengatakan itu terlalu irit untuk “kelas Jakarta”. Bahkan, ada yang membalas dengan kalimat sindiran, “Itu pacaran cuma makan gultik?” (gulai tikungan–kuliner kaki lima legendaris di Jakarta).

Lucunya, dari sanalah ada banyak balasan adu nasib. Kalau tadi Rp2.000.000 untuk sebulan, kali ini justru ada yang curhat bahwa dirinya bahkan bisa menghabiskan Rp1.200.000 per hari untuk kencan di Ibu Kota.

“Tapi kalau di SCBD ya lunch aja 600rb, malam nonton and makan berdua 500rb trus ke Starbucks 150rb, sehari 1.250.000. Kalau seminggu ketemu 3 kali jadinya 3.750.000. Sebulan 15 juta,” terang salah satu komentar balasan dari akun yang disembunyikan namanya.

Seolah tak mau kalah, ada balasan lain yang kencannya tak berhenti pada kegiatan nonton, makan dan ngopi saja. Ada juga kebiasaan “buka botol”.

Gw sm doi ketemu cuma seminggu sekali, dr lunch di GI 400rb, nyorein coffee & snack 400, malamnya lanjut Boca Rica minum paling irit bgt jameson 2jt++. Klo gak irit macallan 3.6jt,” cerita satu akun lain yang juga tak ditampilkan namanya.

Jadi, menarik bukan dating culture di Ibu Kota? Dari hanya minum kopi di kafe sampai open bottle butuh pengeluaran yang cukup mengambil porsi besar dari pendapatan bulanan.    

Mengulik sedikit dari sisi pendapatan daerah, upah minimum regional (UMR) dan rata-rata gaji pekerja Jakarta saat ini saja hanya sekitar Rp5.000.000. Tapi biaya kencan di kota ini bisa dua sampai tiga kali lipat dari nominal itu per bulannya. Memang, ada juga orang yang gajinya jauh melampaui Rp5.000.000, tapi tetap saja terasa “lucu”. 

Kalau begini, tentu kita berpikir, berapa idealnya biaya kencan yang bisa memenuhi dating culture-nya Ibu Kota?

Penelitian berjudul “Average Costs of a "Cheap Date" in Cities Around the World in 2019” yang diterbitkan oleh Statista Research Department pada 5 Agustus 2022 mengungkapkan bahwa biaya kencan termurah di Jakarta adalah $45 atau sekitar Rp600.000.

Biaya kencan ini sudah termasuk transportasi, makan siang atau makan malam untuk dua orang, dua tiket nonton film, hingga bersantai di kafe.

Mencoba memastikan, penulis juga bertanya ke beberapa orang di Jakarta tentang biaya kencan termurah mereka, dan banyak yang sepakat. Salah satunya adalah Anastasya, perempuan berusia 27 tahun yang tinggal di Jakarta Utara.

“Selama gue ngedate pacaran, gue biasa makan dan ngopi atau nongkrong dan jalan di mal, emang sekitar Rp500.000-Rp600.000 per hari. Satu minggu, satu kali ketemu. Satu bulan 4 kali tanpa aktivitas apa-apa. Tapi kalau buka botol, iya lah bisa habis lebih dari Rp2.000.000. Pacaran emang makan biaya banget, mau nggak mau jajan juga kalau nggak dibayarin,” ujarnya.

Dukungan bisnis dan media sosial

Benar saja, untuk urusan hati kadang seseorang bisa mati-matian berkorban, termasuk soal uang. Apalagi banyak aspek yang mendukung dating culture di Ibu Kota berjalan dan berkembang.

Salah satunya dukungan aspek bisnis dan industri kreatif. Misalnya, saat ini rasanya tidak asing melihat konten-konten yang merekomendasikan tempat ngopi, restoran, hotel, hingga tempat wisata dengan tren label “hidden gems”.

Hampir di semua media sosial ada konten semacam ini, dan hampir setiap kota punya tempat untuk dibuat kontennya. Tujuannya tentu untuk merekomendasikan banyak orang, termasuk para pasangan di Ibu Kota, untuk datang dan merasakan pengalaman di tempat tersebut. 

Dengan peran bisnis dan gempuran konten rekomendasi di media sosial ini, tidak heran jika pilihan ide kegiatan dan tempat kencan jadi amat sangat beragam, mendukung para sejoli Ibu Kota untuk mencoba dan seakan memperkokoh budaya kencan yang ada. Apalagi kalau ada konten rekomendasi yang viral, hampir semua mau coba.

Di sisi lain, fenomena ini pastinya jadi peluang bagi para pelaku usaha untuk membuat bisnis dan mempromosikannya lewat konten kreatif. Khususnya bagi bisnis yang di samping menjual produk, juga menjual pengalaman dan tampilan untuk dipamerkan di media sosial.

Tak ayal, banyak bisnis baru bermunculan, hadir dengan konsep makin unik dan berlomba untuk bisa dilirik. Misalnya, ada kafe dengan konsep Studio Ghibli di Jakarta, fine dining Lounge in The Sky, instalasi dan lokakarya seni, sampai tempat wisata atau restoran dengan keyword “suasana Bali di Jakarta” yang sering jadi senjata jualan. 


Anggaran kencan jadi prioritas

Fenomena dating culture di Jakarta ini, atau mungkin di kota-kota besar lainnya, tentu membuat anggaran pacaran jadi penting. 

Kembali lagi, untuk menunjang kencan yang paripurna, kita juga harus pintar mengatur budget-nya, kan. Jangan sampai tujuan bahagia bersama pasangan malah bikin rekening nelangsa. 

Menariknya dan faktanya, beberapa orang memang sudah menganggarkan biaya untuk kencan, bahkan sampai masuk anggaran prioritas. Menurut perencana keuangan Tommy Hilman, hal ini justru bagus, apalagi kalau kita memang merasa punya dana terbatas dan membutuhkan kontrol.

“Memang perlu dialokasikan dan dianggarkan. Justru yang salah itu kalau nggak menganggarkan, karena jadi tidak ada jatahnya dan bisa ganggu keuangan yang lain. Makanya, kalau sudah rutin, konsisten, dan sering, lebih baik dimasukkan ke anggaran bulanan. Tapi kita masing-masing perlu menentukan batasan dana kencannya dulu. Kita bisa lihat dari berapa kali kita kencan dalam sebulan, dan mengetahui polanya,” katanya.

Biaya kencan bisa dimasukkan ke dalam anggaran hiburan dan liburan. Soal persentasenya bisa berbeda-beda tiap orang, tergantung pada pendapatan dan kebutuhan. Tapi yang harus diingat adalah jangan sampai biaya kencan mengganggu arus keuangan biaya lainnya, khususnya biaya kebutuhan pokok dan kewajiban yang tidak bisa ditunda.

Atau jangan sampai untuk kencan menggunakan kartu kredit atau paylater untuk berutang sampai tidak terkontrol. 

“Kalau masih bisa dan sanggup bayar cicilannya, ya nggak apa-apa. Tapi kalau terbatas dananya, ya jangan. Meski ada dating culture tertentu di kota-kota besar, ya dipikir-pikir lagi,” saran Tommy.

Lagipula, kencan juga bisa dilakukan dengan biaya yang tidak mahal, sekalipun di Ibu Kota. Bergantung lagi pada definisi kencan dan gaya hidup masing-masing orang dan pasangannya. Ada yang jalan-jalan di taman dan jajan kopi cukup, ada juga yang harus buka botol baru merasa “hidup”.

“Periksa jangan sampai arus kas minus dan catat setiap pengeluaran untuk tracking dana kencan. Lalu review secara berkala, kalau memang perlu penyesuaian, ya lakukan. Lalu mulai lagi dari tahap menghitung,” pungkas Tommy.

Pada akhirnya, dating culture di Ibu Kota membuat cinta bukan jadi satu-satunya modal untuk memulai hubungan pacaran dan berkencan, tapi modal uang juga wajib jadi pertimbangan. Meski sudah modal banyak, ya belum tentu lanjut ke pelaminan juga. Jadi, kalau boleh tahu, sudah habis berapa untuk kencan Valentine kemarin?


Artikel terkait


Berita terkini