Pantura dari Sarirasa Group: Melestarikan warisan kuliner dengan bernostalgia

Ditulis oleh Rahma Yulita | Read in English

Sejak dulu, Indonesia terkenal dengan beragam kuliner khas yang memiliki karakteristik dan cerita menarik dari daerah mereka berasal. Berangkat dari sana, berbagai rumah makan dan restoran pun bermunculan, menjadi tempat yang kerap dijadikan pilihan untuk menghabiskan waktu bersama teman, rekan kerja, orang terdekat, hingga keluarga sambil menyantap makanan.

Berbicara tentang restoran, ada sejumlah hal menarik yang bisa dikulik, salah satunya sejarah munculnya restoran dan bertahannya konsep ini hingga hari ini. Ternyata, menurut temuan sejarah, konsep restoran sudah ada sejak 500 SM, yaitu zaman Yunani Kuno dan Kekaisaran Romawi.

Pada era Yunani Kuno, masyarakat biasa membeli makanan jadi atau matang di thermopolium, yaitu tempat di mana makanan-makanan panas dimasak dan dapat dibeli secara langsung. Sedangkan pada era Kekaisaran Romawi, ada popina yang menjadi tempat populer untuk menyajikan makanan ringan dan anggur (wine).

Pada awalnya, restoran hanya menjadi tempat untuk orang-orang datang dan membeli makanan jadi. Restoran belum menganut kitchen brigade system, yaitu sistem di mana suatu restoran mempekerjakan lebih dari satu orang di dapur untuk memaksimalkan efisiensi produksi. Sistem ini baru diperkenalkan pada 1898 oleh koki Auguste Escoffier dari Prancis.

Dalam perkembangannya, restoran tidak hanya menjadi tempat makan, tetapi juga salah satu penunjang bisnis; seperti restoran yang hadir di hotel-hotel. Konsep restoran franchise juga makin marak, disusul dengan restoran yang menawarkan pengalaman lebih dari sekadar makan.

Restoran seperti ini menawarkan konsep yang fokus memberikan pengalaman makan yang menarik. Misalnya, pengunjung bisa makan sambil hang out, belajar, dan lainnya. Tak hanya itu, kini banyak juga ditemui restoran dengan tema-tema tertentu.

Tren ini semakin populer dengan perkembangan media sosial seperti Instagram yang banyak menyorot tempat atau sajian dengan estetika yang unik (Instagrammable). Perkembangan ini sukses menarik lebih banyak pengunjung untuk datang dan tak hanya untuk mencoba menu, melainkan juga menikmati pengalamannya.

Konsep menjadi kunci pengembangan inovasi

Salah satunya adalah konsep yang selama ini dipegang oleh Sarirasa Group. Sejak 1974, Sarirasa Group terus berkomitmen untuk menyajikan kuliner khas Nusantara, yang diwujudkan tak hanya lewat menu yang ditawarkan, melainkan juga melalui konsep dari masing-masing restorannya.

Sate Khas Senayan dan TeSaTe, misalnya, sesuai dengan namanya, menghadirkan berbagai jenis sate, dilengkapi dengan menu khas daerah lainnya, khususnya dari Jawa dan Bali. Sedangkan melalui GOPEK, Sarirasa fokus pada kuliner peranakan.

Pada 2024, Sarirasa kembali mengembangkan sayap di blantika kuliner Nusantara dengan membawa konsep baru, yaitu cepat saji. Jadi, pelanggan datang dan langsung memesan, mendapatkan menu, dan membayar. Konsep ini cukup berbeda dari jenama restoran yang telah ada.

Salah satu hal yang menarik dari restoran di bawah Sarirasa Group adalah bagaimana mereka juga menghadirkan konsep secara menyeluruh, mulai dari interior, eksterior, hingga menu dan seragam karyawan.

Contohnya adalah Sate Khas Senayan yang memiliki dinding hitam untuk merepresentasikan arang, material penting untuk membakar sate secara tradisional. Lalu, atap kayunya melambangkan tusuk-tusuk sate yang juga terbuat dari kayu.

Ada pula wayang-wayang pada dinding sebagai simbol dari budaya Jawa, sesuai dengan menu yang ditawarkan.

Meski terus menerus mengembangkan konsep dalam setiap inovasinya, Sarirasa tetap teguh dengan komitmen utamanya untuk melestarikan warisan kuliner Indonesia. Inilah yang menjadi dasar pemilihan elemen-elemen budaya yang diselipkan di setiap inovasi Sarirasa Group.

Pantura: Konsep fresh untuk bernostalgia

Berbicara tentang inovasi, Sarirasa Group tentu memiliki cara tersendiri untuk menarik pengunjung melalui restoran dan menu-menu khas Indonesia yang mereka tawarkan.

Tahun ini, Sarirasa ingin mencoba sesuatu yang baru, out of the box, namun tetap dekat dengan hati para penikmat kuliner Indonesia dengan membuka restoran baru bernama Pantura. Konsep ini tentu merepresentasikan namanya, Pantura, dengan menyajikan menu-menu khas jalur Pantura.

“CEO dari Sarirasa memang pengulik dan penyuka makanan khas Jawa, salah satunya dari kota Kudus, kota asal dari Pak Benny Hadisurjo. Hal ini yang jadi inspirasi utama menu-menu Pantura,” ujar tim Sarirasa.

Pantura sudah dikenal sebagai jalur lintas-provinsi di pulau Jawa sejak dulu. Sayangnya, Pantura agaknya mulai dilupakan sejak hadirnya jalan tol baru. Sarirasa pun enggan membiarkan kuliner khas Pantura menjadi punah dan terlupakan.

“Maka dari itu, kami menyediakan kuliner dari wilayah Pantura; tepian Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang memberikan memori bagi banyak orang, terutama pada saat mudik,” tambahnya.

Ironisnya, makanan-makanan seperti gandul dan sroto makin sulit ditemukan di daerah Pantura. Hadirnya restoran Pantura dari Sarirasa Group yang berlokasi di Jl. Tanjung Duren Raya no 83, Jakarta, ini pun diharapkan dapat melestarikan kuliner Nusantara yang satu ini.

Menghadirkan kuliner khas yang lebih segmented

Hadir dengan semangat bernostalgia, Pantura juga membawa angin segar di antara restoran Sarirasa Group lainnya. Pasalnya, Pantura menawarkan menu-menu yang lebih segmented, yaitu hanya makanan di wilayah Pantura.

Beberapa menu yang menjadi andalan di Pantura yaitu pindang Kudus, sroto Sukaraja, tahu tek, telur kribo, ubi goreng, pisang goreng, dan kopi klotok. Melalui proses kurasi yang matang, menu-menu ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengenalkan sekaligus melestarikan kuliner khas Pantura.

Apalagi, dalam menu tahu tek Sarirasa menggunakan tahu produksi sendiri, yaitu tahu non-genetically modified organism (non-GMO). Tahu ini tak hanya menawarkan rasa spesial, tetapi juga merupakan makanan sehat. Sarirasa juga memproduksi taoge sendiri sehingga makanan yang disajikan jadi lebih segar.

Hal lain yang menarik selain menu yaitu konsep baru ini lebih “nyeleneh” dibandingkan restoran Sarirasa lainnya. Konsep nostalgia pun menjadi fokus yang tak kalah penting di sini. “Bukan hanya dari menu, tapi juga dari ambience, interior, bahkan sampai ke mural-mural yang ada, dengan tokoh wayang dari seniman lokal, Karyarupa,” tim Sarirasa menjelaskan konsep menarik Pantura.

Sumber: Sarirasa Group

Untuk sisi ambience, Sarirasa menggunakan seng, tenda biru, dan atap bening yang menjadi ciri khas warung-warung makan di sepanjang jalur Pantura. Dari segi layanan, Pantura menggunakan self-service atau tidak dilayani langsung ke meja, mengingat waktu penyajian cukup cepat.

Pantura akan menjadi gebrakan baru yang fresh dan out of the box dari serangkaian inovasi yang telah dilakukan Sarirasa selama 50 tahunnya berdiri dan sebagai salah satu pelopor restoran makanan khas Indonesia. Karena itu, ditunggu kehadiran Pantura di seluruh wilayah di Indonesia!




Artikel terkait


Berita terkini