Seniman Takashi Murakami di IdeaFest 2022, ceritakan eksplorasi tiada akhir selama berkarier
Seniman terkemuka dunia, Takashi Murakami baru mampir ke Jakarta dan mengisi panel diskusi “Pop Culture Redefined: When Explosive Expression meets Unending Exploration” (Mengartikan ulang kultur pop: Ketika luapan ekspresi bertemu dengan eksplorasi tiada akhir) di IdeaFest 2022, Minggu (27/11).
Selama lebih kurang satu jam di atas panggung terbesar IdeaFest 2022, diwarnai guyon khas Murakami, seniman asal Jepang itu membagikan kisah perjalanan berkariernya selama lebih kurang 30 tahun yang dipenuhi eksplorasi tiada akhir.
Menariknya, meski seniman yang telah berkolaborasi dengan Bellie Eilish pada 2019 tersebut terkenal atas karya seni nge-pop dengan ciri khas warna-warni ‘bunga Murakami’ nan ceria, dirinya justru memulai studi seni rupanya dengan mempelajari lukisan tradisional Jepang.
Seniman yang kini berusia 60 tahun itu menyelesaikan studi sarjananya pada 1986, dilanjutkan dengan gelar magister yang diraih pada 1988, dan doktoral pada 1993. Budaya tradisional Jepang yang dipelajarinya, terutama lukisan tradisional, jadi bekal utama bagi karya-karya kontemporer Murakami.
Pasalnya, seorang Takashi Murakami pertama kali menampilkan karya-karya seni kontemporer dalam bentuk instalatif di pameran “Takashi, Tamiya” pada 1991. Ia kemudian mulai membuat karakter bernama ‘DOB’ yang menjadi titik awal gaya ilustratif karya-karyanya.
Namun, setelah berkarier selama lebih kurang tiga tahun di Jepang, seniman itu menemukan kendala. Di atas panggung IdeaFest 2022, Murakami bilang, “Di Asia, karya saya tidak dimengerti.”
Lantas, kesempatan belajar di New York pada 1994 dengan dana hibah dari Rockefeller Foundation Asian Cultural Council, menjadi gerbang eksplorasi mendalam karya-karya Murakami selanjutnya.
Murakami bercerita sesampainya di Amerika Serikat (AS), muncul pertanyaan dalam benaknya, “Bagaimana saya dapat mengenalkan ke orang-orang di sini (AS) bahwa saya berasal dari Jepang?.” Pertanyaan itu mengantarkan Murakami untuk menelusuri potensi kultur pop Jepang, terutama animasi.
Hingga akhirnya, gaya ilustratif dengan ragam warna cerah dari ‘bunga Murakami’ yang menjadi ciri khasnya, lahir ke dunia. Lebih lanjut, pada waktu yang berdekatan, ia memulai sebuah gerakan kesenian Jepang bernama “SUPERFLAT”, yakni gaya karya seni rupa yang terinspirasi manga dan anime.
Kekhasan karakter ceria yang dikenalkan Murakami kala itu, berhasil membuat direktur kreatif dari jenama mewah dunia Louis Vuitton (LV), Marc Jacobs, melirik karya-karyanya. Alhasil, Marc Jacobs mengajak Takashi Murakami berkolaborasi dengan LV untuk koleksi Spring/Summer 2003.
Saking lakunya produk kolaborasi itu, kerja sama Murakami dan LV berlangsung hingga belasan tahun. Kolaborasi besar pertamanya itu kemudian menjadi, “titik balik yang besar,” bagi kariernya.
Kolaborasi, lantas menjadi kunci penting dalam karier seorang Murakami. Setelah LV, Murakami telah bekerja dengan banyak figur dan brand ternama lainnya, sebut saja NIKE, juga Kanye West, yang menurut Murakami merupakan kolaborasi terfavoritnya.
Walau telah mengarungi dunia seni puluhan tahun, hal itu tak bikin Murakami kehabisan semangat untuk terus mengembangkan karyanya. Beberapa proyek seni terbarunya, berhubungan erat dengan teknologi, khususnya Web3 (NFT). Meski dengan tawa Murakami mengakui, “Sejujurnya, saya masih belum mengerti (apa itu web3).”
Melalui perjalanan karier Murakami yang sulit dirangkum dalam satu tulisan singkat, dengan jelas Murakami yang ceria itu menunjukkan geliat eksplorasi seni tiada jenuh, tiada akhir. Pasalnya, bagi Murakami, menularkan kebahagiaan melalui karya adalah, “Tujuan hidup saya bagi masyarakat.”