Pameran "1" dan bab baru ROH Projects

Pameran bertajuk “1” dari ROH Projects menampilkan karya Aditya Novali, Arin Dwihartanto Sunaryo, Bagus Pandega, Davy Linggar, Faisal Habibi, Kei Imazu, Luqi Lukman, Maruto, Mei Homma, Mella Jaarsma, Nadira Julia, Nadya Jiwa, Syagini Ratna Wulan, Syaiful Aulia Garibaldi, Tromarama, dan Uji "Hahan" Handoko.

Jun Tirtadji, pendiri ROH, berkomentar mengenai bab baru galeri ini, “Kami sangat bersyukur atas kemurahan hati dan dukungan dari kolega, teman, dan keluarga yang telah mendukung kami sampai titik ini lewat berbagai cara, dan kami tidak sabar untuk dapat bergerak bersama komunitas seni di Indonesia dan internasional pada tahun-tahun mendatang.”

Upaya menembus batas ruang dan waktu semasa pandemi

Selama tiga tahun terakhir, ROH bereksperimen bersama seniman-senimannya untuk memperluas proses-proses estetika mereka. Pandemi membuat ROH bekerja nomaden, baik secara virtual maupun secara fisik, yang membayangkan presentasi-presentasi pameran di luar format-format ruang dan waktu yang konvensional. 

Bersamaan dengan proses tersebut, ROH membayangkan cara-cara baru untuk mempresentasikan karya-karya senimannya dengan segala keterbatasan yang ada, baik dengan menggunakan gedung terbengkalai, di alam terbuka, maupun di lingkungan kediaman senimannya.

Eksperimentasi ruang yang dilakukan ROH bersama senimannya dapat dilihat dalam karya Arin Sunaryo (l. 1978 di Bandung, Indonesia) pada 2021 untuk Art Basel OVR: Portal. Arin Sunaryo dikenal melalui proses pengembangan pigmen baru dari bahan-bahan yang tidak konvensional yang kemudian digabungkan menjadi resin dan diubah menjadi lukisan, patung, fotografi, dan video melalui banyak eksplorasi konseptual.

Lukisan-lukisan Arin Sunaryo ditampilkan dalam hutan di lereng bukit Bandung. Alih-alih menghadirkan karya dalam batas-batas ruang atau struktur tertentu, Arin Sunaryo merasa karyanya tersebut akan mampu menyampaikan maksud estetisnya secara lebih padu dengan ditempatkan dalam lingkungan alam. ROH dalam Art Basel OVR juga menampilkan karya Bagus Pandega dan Syagini Ratna Wulan.

Foto: Arin Sunaryo untuk Art Basel OVR: Portals 2021

Pameran “1” dan rumah baru ROH Projects

Ada dua ruang galeri utama, yaitu Gallery Apple yang merupakan ruang netral kubus putih (white cube) dengan pencahayaan terkontrol dan Gallery Orange yang bersifat lebih ekspansif dengan langit-langit tinggi yang memiliki cahaya alami dan tembok sekeliling yang sengaja menyisakan konstruksi awal bangunan ini. 

Dengan menampilkan 16 seniman yang telah berperan dalam perjalanan perjalanan ROH, pameran “1” merupakan buah dari satu proses pembelajaran dan eksperimen ROH sebagai ruang bagi para seniman-senimannya.

Salah satu karya pertama yang langsung terlihat adalah “La Rendition” dari Tromarama, sebuah instalasi media baru menggunakan mic stand dan recorder.

Yacobus Ari Respati selaku kurator pameran menjelaskan bahwa “La Rendition memainkan nada dan kord yang diambil dari satu tema yang bermutasi dalam sejarah bersama Indonesia-Malaysia (dan Perancis). Mulanya, Pierre-Jean De Béranger (1780-1857) membuat sebuah lagu berjudul “La Rosalie”, yang pada 1901 diadopsi menjadi “Kerajaan Perak” oleh Sultan Abdullah. Pada 1957, lagu ini menjadi lagu kebangsaan Malaysia. 

Yacobus mengatakan, susunan melodi itu sendiri memang populer pada 1920-1930-an di Asia Tenggara selama masa kolonial, dengan segala sejarah dan kemasyarakatannya yang dibagi pada masa itu. Lantunan itu kemudian diadopsi menjadi lagu lokal berjudul "Terang Boelan", yang lama-lama dianggap sebagai lagu daerah aset nasional.

Menurut Tromarama, dari situ tersorot bagaimana informasi terus berubah dan terus melintas, melewati batas geografis. Perbincangan soal identitas, lingkup politis, dan kebangsaan menjadi terusan dari karya-karya Tromarama sebelumnya, dan “La Rendition”berbunyi setiap ada tweet yang mempergunakan #nation di Twitter–mengaugmentasi perbincangan itu dengan mewujudkannya lewat ekspresi-ekspresi yang "pernah lewat" dan berdiam ini. Karya ini adalah bagian dari proyek bersama Kapallorek Space, Perak, dan disiarkan langsung ke pengeras suara di sana serta di YouTube.

Foto: La Rendition (2022) oleh Tromarama

Para seniman yang turut serta dalam pameran

Terdapat karya Aditya Novali dengan latar warna hijau mentereng yang dominan dan karya Luki yang dengan apik mempermainkan penggunaan material dan tatanan display.

Luqi berangkat banyak dari bongkaran-bongkaran dan reorganisasi bahan dan fungsi yang ada di sekitarnya. Material karyanya selalu dibatasi segala hal yang berhubungan di sekitarnya—baik ruang kerja maupun lingkungan hubungan-hubungan antar-subjek, antar-bentuk, atau antar-material.

Ibarat menemukan "titik indah" atau "yang tiba-tiba bagus" ketika kita berdiri di titik tertentu, mengamati kamar kita sendiri, rumah, atau satu tempat yang kita lewati, di mana yang biasa tiba-tiba tersublimasi di rentang waktu kecil. Luqi sering mengangkat momen-momen kecil itu dan mereka ulang lewat bahan-bahan secara modular. Dengan begitu, ada upaya mengarahkan yang diam dan mengendap, mencoba mengaktifkannya, dalam beberapa hal seperti jadi subjek dan hubungan-hubungan.

Kedua karya tersebut disandingkan dengan karya Mella Jaarsma dan Syaiful Garibaldi.

Foto: Hijau 1/60/60 (2021-2022) oleh Aditya Novali

Selain itu, terdapat karya Kei Imazu berupa instalasi di tengah ruangan yang membahas soal berbagi ruang, berbagi pengetahuan, membayangkan konstruksi diri dan lingkungan yang bisa kita bayangkan mengisi dimensi dan logika yang berbeda dan menarik, ketika kita terhubung secara maya dalam budaya Internet.

Kei Imazu banyak menggunakan aset-aset gambar yang bebas-pakai di Internet yang mengalir dan mengendap sebagai "pengetahuan" dan simbol, yang dirangkai dari garis pencarian tertentu sesuai topik yang sedang digarapnya.

Menurut Yacobus, jukstaposisi yang dihadirkan Imazu menghasilkan "ekologi gambar" yang membayang dari lingkungan aslinya—dengan Internet dan dalam hal aset bebas pakai, kita bisa membayangkan bagaimana "waktu membuktikan" dan asumsi pengetahuan "abstrak" bisa muncul tanpa kepemilikan dan susunan yang lebih lepas, seperti sebuah struktur yang terbuka. Hubungan tersebut mencerminkan kenyataan terwujud dan kenyataan terbayang yang menjadi cara kita melihat dalam dunia sekarang.

Karya Arin Sunaryo dan Syagini Ratna Wulan. Tak hanya kedua ruangan utama, Apple dan Orange, karya-karya Bagus Pandega, Davy Linggar, Maruto, Mei Homma, Nadira Julia, Nadya Jiwa, dan Uji “Hahan” Handoko ditampilkan di bagian bangunan lainnya.

Foto: Detail karya Kei Imazu