Peneliti Singapura temukan AI yang dapat deteksi alkohol palsu

Pesatnya perkembangan teknologi telah mengantarkan kita pada kemampuan Artificial Intelligence (AI). Sebuah penelitian yang dipublikasikan 27 Juni lalu ungkap kecerdasan buatan yang mendeteksi alkohol.

Teknologi yang diberi nama Liquid Hash itu bisa mendeteksi minuman alkohol palsu dengan bahan berbahaya yang dikemas dalam botol asli. Harapannya, kehadiran teknologi tersebut dapat mengatasi masalah pemalsuan minuman alkohol dengan merek besar yang kerap ditemukan sejak lama. 

Melansir ACM Digital Library, dalam abstrak penelitian yang dikembangkan Yonsei University dan National University of Singapore ini tertulis latar belakangnya, “Solusi yang ada sering kali tidak praktis untuk masyarakat umum karena memerlukan peralatan khusus dan mahal serta mengambil sampel cair.”

Tidak hanya itu, abstrak tersebut pun mengungkap sistem kerja AI pendeteksi ini. “Kami mengatasi keterbatasan ini dengan mengusulkan LiquidHash, sistem deteksi baru yang hanya memerlukan penggunaan smartphone komoditas untuk mendeteksi produk cair yang tercemar tanpa membuka botol,”

Profesor Han Jun dari Department of Electrical and Electronic Engineering Yonsei University mengatakan bahwa teknologi ini dapat melihat mana yang palsu dari produksi gelembung dari luar botol. 

“LiquidHash memanfaatkan visi komputer dan teknik pembelajaran mesin untuk mengekstrak karakteristik gelembung udara yang terbentuk dengan membalik botol,” tambah penjelasan tersebut.

Lantas, terkait keakuratan teknologi ini, “Kami menerapkan LiquidHash dan mengevaluasi kelayakannya dengan eksperimen dunia nyata dan mencapai akurasi deteksi keseluruhan hingga 95%.”

Akurasi setinggi itu dibutuhkan mengingat beberapa merek dagang kerap menggunakan campuran yang dilarang.

Menariknya, pendeteksi itu tak hanya berlaku untuk alkohol. AI ini juga dapat membaca kandungan dalam berbagai makanan dan minuman cair lainnya, seperti minyak zaitun dan madu. Ternyata, hal ini disebabkan produk-produk tersebut juga sering alami pemalsuan demi harga yang lebih murah.

Nah, ke depannya, teknologi kecerdasan buatan ini disinyalir dapat diakses melalui perangkat sehari-hari seperti telepon genggam dan smartphone lainnya.