Gucci kalah dalam pertempuran merek dagang dengan merek parodi di Jepang
Peredaran barang tiruan jenama fesyen teratas dunia di pasaran, rasanya tak lagi menjadi hal yang mengagetkan. Namun, tak hanya tiruan yang menjiplak total, ada pula motif lain yang jauh lebih inovatif.
Hal ini seperti yang dilakukan Nobuaki Kurokawa lewat CUGGL— dibaca kyuguryu —kepada jenama GUCCI nan ikonik.
Bahkan, baru-baru ini, seniman parodi tersebut berhasil memenangkan pertempuran hak logo merek melawan GUCCI. Setelah sebelumnya, GUCCI menuntut Kurokawa atas produk CUGGL yang telah paten mereknya telah terdaftar sejak Oktober 2020 lalu.
CUGGL Kurokawa berbasis di Osaka dan kaosnya dijual secara online tahun ini seharga $18 dengan logo empat huruf yang setengahnya tertutup sapuan cat merah jambu. Bagian kata yang tersisa dinilai identik dengan bagian atas logo GUCCI, yang dengan huruf kapital dan font yang serupa.
Melansir Fashion United (24/6), “GUCCI mengklaim bahwa tanda yang tampak (pada baju, red.) itu dibuat dengan niat jahat untuk menunggangi niat baik dan reputasi dengan cara menyembunyikan bagian bawah dari istilah CUGGL,” ujar Marks IP, seorang Pengacara Jepang.
Hingga akhirnya jenama GUCCI menuntut Kurokawa, atas asumsi bahwa konsumen mereka akan terjebak pada kebingungan dan menilai bahwa CUGGL adalah produknya.
Akan tetapi, Kantor Paten Jepang menilai bahwa argumen GUCCI tak cukup kuat dan tidak akan terjadi kesalahan penilaian konsumen. Pasalnya, mereka menilai baik visual, konsep, atau gaya font CUGGL tidak cukup mirip dengan GUCCI.
Kantor Paten Jepang menyatakan bahwa mereka percaya terhadap kepintaran konsumen dalam membedakan produk yang ada di pasaran.
Di sisi lain, melansir Fast Company (24/8), menanggapi perselisihan antara GUCCI dan CUGGL, ahli hukum fesyen Northeastern University School of Law, Alexandra J. Roberts menilai bahwa Kurokawa terbukti sangat cerdas dan paham terhadap aturan kekayaan intelektual.
Meskipun, lolosnya Kurokawa di Jepang tak mengartikan bahwa motif serupa akan diterima di pengadilan negara lain, terutama di Amerika Serikat.
“Otak kita mengekstrapolasi dari apa yang bisa kita lihat dan isi sisanya. Ketika bagian bawah CUGGL disembunyikan, kemungkinan besar konsumen akan salah mengartikannya sebagai merek GUCCI yang jauh lebih dikenal, dan kesalahpahaman itu dapat menyebabkan keputusan pembelian yang berbeda. Itu mungkin cukup untuk pelanggaran merek dagang," jelas Roberts.
Kemungkinan tersebut tak lantas membuat Kurokawa menyerah dengan gaya berkaryanya membuat parodi merek ternama. Pasalnya, ternyata Ia telah melakukan modus serupa terhadap merek-merek besar lainnya seperti Adidas, Lacoste, Nike, Prada, and Balenciaga.
Terlebih, harga produk Kurokawa pun relatif terjangkau jika dibandingkan jenama ternama, berkisar antara $15 (Rp222 ribu) hingga $20 (Rp444 ribu). Para merek mode global tersebut pun telah berusaha membawanya ke pengadilan, ada yang berhasil memenangkan pertempuran, ada pula yang kalah.