Komunitas komika gugat merek dagang Open Mic Indonesia yang merugikan
Komunitas lawakan tunggal (stand up comedy) gugat merek dagang Open Mic Indonesia yang dianggap merugikan para komika Indonesia. Gugatan diberikan lewat Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Kamis (25/8), dengan tuntutan untuk membatalkan paten HKI (Hak Kekayaan Intelektual) atas “open mic”.
Dalam beberapa tahun ini, sejumlah komika telah mendapatkan somasi akibat penggunaan kata “open mic” yang merupakan istilah kegiatan. Mereka menuntut pengembalian “open mic” menjadi milik publik.
“Hari ini (25/8) datang ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat bersama temen-temen dari perkumpulan stand up Indonesia, temen-temen komika, untuk mendaftarkan gugatan pembatalan merek Open Mic,” jelas Panji Prasetyo selaku kuasa hukum di pengadilan, sebagaimana melansir dari CNN Indonesia.
Pasalnya, perselisihan antara komika bermula ketika nama Open Mic Indonesia dipatenkan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada 5 Juni 2015. Sebelumnya komedian Ramon Papana mengajukan merek dagang tersebut sejak 28 Mei 2013. Masuk dalam kategori hiburan, acara hiburan radio, dan televisi, Ramon Papana dan Ramon Pratomo terdaftar sebagai pemilik merek Open Mic Indonesia.
Akibatnya, beberapa komika terdampak dan dirugikan, salah satunya adalah Mo Sidik. Mo Sidik dituntut somasi mencapai Rp1 miliar pada 2019 karena menggelar open mic. Selain itu, komika terkenal Pandji Pragiwaksono juga mengungkap beberapa kafe disomasi hingga Rp250 juta karena adakan open mic.
“Kami ingin aman-aman saja. Somasi Rp1 miliar itu terus terang dua tiga minggu saya enggak bisa tidur. Boro-boro mau melawak, ya. Kalau saya kenanya pada 2019,” tutur Mo Sidik menjelaskan situasinya.
Komika sekaligus Presiden Stand Up Indo Adjis Doa Ibu juga menekankan bagaimana hal tersebut meresahkan. Adjis mengatakan ada beberapa kafe sampai ditutup akibat paten open mic tersebut.
“Di luar open mic, selain stand up ada baca puisi, jamming musik, atau sekadar pengin ngomong apa saja. Nah, ada kawan kami yang kena imbasnya sampai ratusan juta rupiah dan bisnisnya ditutup. Padahal dia bukan stand up, tapi jamming musik saja,” ujar Adjis Doa Ibu kepada detikcom.
Di sisi lain, Ramon Papana memberikan pembelaan kepada detikcom. Ramon mengaku bahwa tindakannya merupakan usaha untuk mengembangkan industri stand up comedy di Indonesia.
“Kalau saya bilang, sih, nggak apa-apa, sudah saya duga. Saya daftarkan sudah 10 tahun yang lalu, selama itu memang saya bebaskan, saya disebutnya kan pelopor stand up Indonesia,” ujar Ramon.
Tidak hanya itu, Ramon mengatakan, “Banyak murid-murid saya, saya kepingin stand up comedy Indonesia itu berkembang. Kalau mereka menggugat itu tidak apa-apa, justru itu bagus, menandakan bahwa apa yang selama ini saya sebarkan sejak tahun 90-an itu dikembangkan lewat open mic.”
Ramon justru mengatakan bahwa somasi yang diberikan bukanlah menyerang komika, melainkan kepada kafe dan tempat di mana open mic berlangsung, yang hanya melakukan komersialisasi acara.
“10 tahun saya biarin, banyak daerah yang bikin open mic, baru 3-4 tahun saya melakukan somasi tapi bukan kepada komika. Bagaimanapun mereka tetap murid-murid saya, ingin mereka berkembang lewat open mic,” tambahnya.