Demi keadilan, Parlemen Korea Selatan usulkan revisi UU wajib militer bagi idol K-pop

Parlemen Korea Selatan baru-baru ini ungkap niatnya berencana merevisi kebijakan layanan wajib militernya agar dapat disesuaikan dengan pencapaian dan kebutuhan para idol K-pop.

Sebelumnya, Parlemen Korea Selatan (Korsel) merasakan dilema akibat idol group K-pop BTS yang tidak kunjung mengikuti layanan wajib militer (wamil) meski sudah usianya sudah masuk syarat. 

Melansir Yonhap (20/9), pada 2020 silam, Parlemen Korsel mengubah kebijakan batas umur ikut layanan wajib militer menjadi 30 tahun. Keputusan ini diambil setelah Jin BTS yang seharusnya mengikuti layanan pada tahun itu meminta diundur karena BTS telah mendapat “penghargaan budaya kelas atas”.

Hingga akhirnya tahun ini Jin yang memang menjadi anggota tertua idol group kesayangan ARMY (sebutan untuk penggemar BTS) ini akan memasuki umur 30 tahun. Namun, karena dirinya belum siap, parlemen Korsel pun berencana untuk kembali mengubah kebijakan batas umur wamilnya.

Mendengar hal itu, komisaris Administrasi Tenaga Kerja Militer (Military Manpower Administration/MMA) Korea Selatan Lee Ki-sik mengingatkan parlemen untuk mengambil keputusan dengan hati-hati.

Pasalnya, dirinya pun sepenuhnya sadar bahwa menilai produk budaya populer seperti idol group K-pop bukanlah hal mudah. Hal ini tentu berbeda dengan beberapa bentuk kesenian lainnya. 

“Semisal seni rupa, seniman dievaluasi oleh juri kompeten dalam kompetisi. Tapi kalau soal budaya pop, standarnya tak jelas. Untuk tangga lagu Billboard, (penyanyi) tak dinilai oleh juri. Sebaliknya, hasilnya didasarkan pada berapa lama orang mendengarkan musik atau banyak album yang terjual,” ujar Ki-sik.

Ki-sik pun mengatakan, “Pencapaian BTS memang mencengangkan, tetapi jika ingin menghubungkan kompensasi dengan tugas militer mereka, kita perlu mencapai konsensus sosial berdasarkan keadilan sehingga orang-orang muda yang bergabung dengan militer tak merasakan diskriminasi dan frustasi.”

Pasalnya, Komisaris MMA itu pun turut menekankan bahwa layanan militer selama 18 bulan bagi pria sehat berumur 18-28 ini, merupakan suatu keharusan bagi masyarakat Korsel tanpa terkecuali.

“Layanan militer adalah tugas konstitusional (di Korea Selatan) yang harus diterapkan pada semua orang dengan adil dan setara. Itu prinsip yang tidak bisa diubah,” ujar Lee Ki-sik.

Di sisi lain, Ki-sik turut berpendapat bahwa parlemen Korsel harus meninjau ulang kembali kebijakan layanan militer tersebut agar menjadi lebih relevan dengan kondisi hari ini. Pasalnya, tak bisa dimungkiri, kian hari Korsel sendiri ternyata mengalami penurunan jumlah rakyat dengan umur produktif. 

“Saya tidak melihat gunanya mempertahankan sistem seperti itu, mengingat (Korea Selatan) akan kekurangan sumber daya tenaga kerja,” pungkas Ki-sik.