Biennale Jogja 17 hadirkan 69 seniman dari Asia Selatan, Eropa Timur, dan Indonesia
Biennale Jogja kembali mengadakan putaran baru yang mengusung tema “Trans-Lokalitas dan Trans-Historisitas” untuk memperluas jangkauan geografisnya.
Ini merupakan langkah awal untuk memulai kembali budaya dan pertemuan ideologi antar sesama wilayah bekas jajahan yang terpinggirkan setelah sebelumnya hanya diselenggarakan di wilayah bagian selatan dunia.
Di putaran kedua ini, Biennale Jogja mengusung praktik kesenian yang partisipatoris dengan berpindah ke beberapa titik yang tersebar di pinggiran Yogyakarta.
Percakapan jangka panjang dari ragam latar belakang budaya yang berbeda pun menjadi tujuan yang ingin dicapai di Biennale Jogja kali ini.
Tak hanya itu, Biennale Jogja juga menghimpun pengertian tentang desa sebagai ruang dinamis yang terus berubah dan bergeser, serta bagaimana perhelatan seni jadi ruang untuk mencari solusi merawat lingkungan dan perubahan iklim bersama.
Baca Juga: 6 seniman ini akan pamerkan karyanya di Jakarta Doodle Fest! (Part 1)
“Titen: Embodied Knowledges-Shifting Grounds” dimeriahkan 69 seniman dari berbagai negara
Istilah Titen dipilih untuk mewakili Biennale Jogja yang erat dengan praktik observasi, di mana “Titen: Embodied Knowledges-Shifting Grounds” mengantarkan semangat pengetahuan lokal yang dilebur dalam kehidupan sehari-hari.
Tahun ini, Titen menjadi ruang untuk para seniman membuat karya dengan menggali pengetahuan mereka yang dekat dengan lingkungan dan kesehariannya.
Titen juga menegaskan bahwa seni tak seharusnya berjarak dengan masyarakat luas. Mengapa demikian? Karena hakikat seni sendiri adalah praktik kehidupan.
Biennale Jogja 17 dimeriahkan dengan para kurator dari berbagai negara yang menyejajarkan beragam realitas dari berbagai situasi dan lokalitas untuk kemudian membawanya ke dalam sebuah perayaan bersama.
Seperti Adelina Luft (Rumania), Eka Putra Nggalu (Indonesia), dan Sheelasha Rajbhandari & Hit Man Gurung (Nepal).
Selain itu, ada 69 seniman yang berasal dari Asia Selatan, Eropa Timur, dan Indonesia yang memamerkan karyanya di Biennale Jogja 17 ini.
Hadir di 13 lokasi yang terhimpun dalam empat area utama
Dibuka pada Jumat, 6 Oktober 2023 di Kampoeng Mataraman, Panggungharjo, Biennale Jogja 17 akan menampilkan karya kolaborasi antara Monica Hapsari dan ibu-ibu di Dusun Sawit, desa Panggungharjo.
Sementara pembukaan dua hari setelahnya, 8 Oktober 2023 di Sekar Mataram Bangungjiwo akan memamerkan karya kolaborasi antara Anum Dayu dan ibu-ibu Dusun Ngentak, Desa Bangunjiwo.
Selain pameran pembuka dan utama tersebut, akan ada pula pertunjukan, pemutaran film, diskusi, dan sebagainya.
Lokasi Biennale Jogja 17 tersebar di 13 titik lokasi yang terhimpun dalam empat area utama: Taman Budaya Yogyakarta, Area Desa Panggungharjo, Area Desa Bangunjiwo, dan Area Madukismo.
Pameran yang diselenggarakan di Panggungharjo dapat diakses di Kantor Kelurahan Panggungharjo, Kampoeng Mataraman, Gedung Olahraga Panggungharjo, The Ratan, dan Kawasan Budaya Karang Kitri.
Sedangkan untuk pameran di Area Desa Bangunjiwo dapat diakses di Kantor Kelurahan Bangunjiwo, Lohjinawi, Sekar Mataram, Monumen Bibis, Joning Artspace, dan Rumah Tua.