Google hapus gim “Slavery Simulator” setelah pancing kemarahan di Brasil

Sebuah gim bernama “Slavery Simulator” telah dihapus dari Google Play Store setelah mengundang amarah masyarakat Brasil di media sosial

Melansir CNN World (25/5), aplikasi yang dikembangkan Magnus Games itu memberi kesempatan bagi para pemainnya untuk memperjualbelikan budak yang digambarkan melalui figur-figur berkulit hitam.

Perdana diluncurkan 20 April tahun ini, aplikasi tersebut memiliki peringkat “untuk semua umur” dan telah diunduh sebanyak lebih dari 1000 kali sebelum dihapus pada Rabu (24/5) kemarin.

Bahkan, hal tersebut pun telah dikonfirmasi oleh pihak Google kepada CNN Brasil.

Pada hari yang sama dengan penghapusan gim dari Play Store, Kantor Kejaksaan Publik Brasil meluncurkan investigasi alasan adanya aplikasi tersebut.

Di awal investigasi, para penyidik Brasil meminta, “keterangan spesifik tentang gim,” kepada Google. Pihak berwenang Brasil itu juga menyebut gim memiliki ungkapan rasis yang jumlahnya banyak.

Sebagai informasi, dalam keterangan di aplikasi gawai “Slavery Simulator”, Magnus Games menuliskan, “Gim dibuat hanya sebagai hiburan. Studio kami mengutuk perbudakan dalam bentuk apapun.”

Selengkapnya, dalam keterangan itu tertulis, “Seluruh konten dalam video ini adalah fiksi dan tidak terkait dengan kejadian sejarah apa pun. Segala kemiripan adalah hasil ketidaksengajaan,” 

Baca juga: “Physical: 100” hadapi tuduhan kecurangan dan dugaan kekerasan oleh pesertanya

“Slavery Simulator” dorong pemain untuk perkaya diri dengan memiliki budak

Seperti tajuknya, “Slavery Simulator” ialah simulator transaksi budak yang dikendalikan oleh pemain gim.

Berikut adalah deskripsi dari gim “Slavery Simulator”:

 “Pilih satu atau dua sudut pandang untuk mulai menjadi pemilik budak: the Path of the Tyrant (Menjadi Tiran) atau the Path of the Liberator (Menjadi Pembebas). Jadilah pemilik budak yang kaya atau hapuskan perbudakan.”

Lebih lanjut, pada salah satu mode permainannya, gim menyebut, “Gunakan para budak untuk membuat Anda semakin kaya. Hindari penghapusan perbudakan dan kumpulkan kekayaan.”

Kemudian, gim bahkan memberi rekomendasi karakter mana yang akan memberi lebih banyak keuntungan. 

“Tingkatan budak: Tertinggi, budak akan memberi keuntungan tertinggi,” tulis salah satu keterangan gim.

Tak berhenti di situ, gim juga menyarankan pemain untuk mengurung para budak yang dimilikinya karena, “jika tidak ada penjaga, para budak akan kabur atau membangkang.” 

“Pekerjakan seorang petarung. Biasanya 1 penjaga sudah cukup untuk 30 budak,” baca tulisan dalam sebuah tangkapan layar gim.

Amarah netizen Brasil atas “Slavery Simulator”

Tak lama setelah gim mulai diketahui banyak orang, kritik dan amarah warganet mulai membanjiri media sosial. Bukan cuma menghujat pengembang gim, Google turut menjadi sasaran para netizen di Brasil.

“Penormalisasian kekerasan terhadap orang berkulit hitam telah tersebar begitu luas, sampai-sampai hal seperti ini bisa terjadi,” tulis Levi Kaique Ferreira, influencer, aktivis, dan profesor dalam Twitter pribadinya.

Anggota Parlemen Denise Pessoa turut bersuara lewat akun Twitter-nya.

“Negara kita dibangun lewat darah para kelompok berkulit hitam. Banyak orang yang terbunuh, disiksa. “Slavery Simulator” bukanlah tema untuk sebuah gim,” tulis Pessoa.

Meski di media sosial gim ini ditentang, dalam aplikasi Google, permainan yang mendapat empat dari lima bintang peringkat ini, memiliki respons berbeda.

“Gim yang bagus untuk menghabiskan waktu. Tapi saya rasa kurang opsi penyiksaan,” tulis salah satu ulasan pemain yang memberikan lima bintang.

Respons Google atas kontroversi gim “Slavery Simulator”

Kepada CNN Brasil, Google menyatakan bahwa perusahaannya selalu menjalankan kebijakan yang melindungi keselamatan para penggunanya, yang harus diikuti para pengembang.

“Kami tidak mengizinkan aplikasi untuk mempromosikan kekerasan atau menyulut kebencian terhadap individu maupun kelompok yang berbasis ras atau etnis, atau menggambarkan kekerasan secara sembarangan atau kegiatan berbahaya lainnya.” imbuh keterangan Google.

“Siapa pun yang merasa menemukan aplikasi yang melanggar hal tersebut, dapat mengajukan laporan. Ketika diidentifikasi sebagai pelanggaran, kami akan mengambil langkah yang dibutuhkan,” pungkasnya.