Lily Yulianti Farid, pendiri Makassar International Writers Festival, tutup usia

Lily Yulianti Farid meninggal dunia.

Lily Yulianti Farid meninggal dunia di usianya yang ke-51 tahun di Rumah Sakit Peter MacCallum Cancer Centre di Melbourne, Australia, pada Jumat (10/3) pukul 01.00 waktu setempat.

Berdasarkan kabar yang dibagikan oleh suaminya, Farid Ma’ruf Ibrahim, Lily menghembuskan napas terakhirnya usai berjuang melawan penyakitnya selama lebih dari sebulan.

“Lily sudah tiada. Innalillahi wainnailaihi rajiun. Dia berangkat dengan tenang. Didampingi saya dan Fawwaz. Pukul 1 pagi hari Jumat 10 Maret 2023. Di Rumah Sakit Peter MacCallum Cancer Centre di Melbourne,” tulis Farid dalam unggahannya, dikutip dari Kompas.com, Jumat (10/3).

Lily merupakan sosok penulis profesional yang juga dikenal sebagai seorang aktivis sekaligus relawan yang aktif di berbagai organisasi.

Ia mendirikan Makassar International Writers Festival (MIWF) atau Festival Penulis Internasional Makassar pada Juni 2011 silam.

Penulis yang juga merupakan produser acara seni dengan keahlian dalam hubungan antara Australia dan Indonesia itu juga mendirikan rumah budaya Rumata’ Artspace di Makassar, Sulawesi Selatan.

Baca juga: Aktor senior bintang “Laskar Pelangi” Ikranagara meninggal dunia

Perjalanan karier Lily Yulianti Farid

Melansir The Australia-Indonesia Centre, Lily memulai kariernya sebagai jurnalis di surat kabar terkemuka Indonesia, yakni Kompas, pada tahun 1995.

Selain itu, media terkemuka lainnya yang juga pernah menjadi tempatnya meniti karier ialah Australian Broadcasting Corporation (Radio Australia dan Online News, Indonesian Service), Radio Japan, Japan Broadcasting Corporation, dan Morning Daily Kompas, Indonesia.

Lily mengembangkan kariernya di bidang akademik dan kreatif dengan mengajar sastra Indonesia secara kasual serta bekerja untuk proyek penelitian dan publikasi di Universitas Melbourne pada 2014-2019.

Lulusan Monash Indigenous Studies Center itu memiliki minat utama pada isu gender. Maka, tak heran apabila penelitiannya kerap membahas representasi gender. 

Akan tetapi, lebih dari itu, ia juga memiliki minat pada posisi perempuan dalam politik dan masyarakat Indonesia, yang tergambar dalam literatur kontemporer dan hubungan historis antara Makassar dan pribumi Australia.