Manga buatan AI pertama di Jepang, “Cyberpunk: Peach John”, telah terbit

Manga merupakan salah satu produk budaya populer Jepang yang paling mendunia. Selain karena keseruan plot cerita, visual manga yang dibuat penuh ketelitian dan keterampilan oleh para mangaka menjadi salah satu yang dinanti penggemarnya.

Namun, baru-baru ini, sebuah manga buatan Artificial Intelligence (AI) pertama di Jepang telah diterbitkan. 

Bertajuk “Cyberpunk: Peach John”, komik fiksi sains ini digarap oleh Rootport, seorang pria yang tidak pernah menggambar secara manual dengan tangannya sendiri.

Melansir CNN Style (10/3), manga yang mengadopsi legenda pahlawan Jepang bernama Momotaro ini, digarap Rootport menggunakan perangkat lunak AI Midjourney, sebuah generator gambar daring yang menghasilkan visual dari prompt yang diberikan. 

Berbeda dengan proses mangaka konvensional yang membutuhkan durasi panjang dalam produksi, hanya dalam waktu enam minggu Rootport sudah menyelesaikan komik dengan lebih dari 100 halaman tersebut.

Adapun penerbit dari komik yang diluncurkan 9 Maret lalu ini ialah Shinchosha. 

Lebih lanjut, perilisan “Cyberpunk: Peach John” ini mengikuti sederet kejadian lainnya yang membuat sejumlah orang mengernyitkan dahi.

Pasalnya, penggunaan AI dalam karya seni termasuk manga telah menuai kontroversi dalam beberapa waktu ke belakang. Beberapa merasa khawatir bahwa lahirnya manga buatan AI pertama Jepang ini dapat melemahkan pekerjaan mangaka dan menimbulkan masalah hak cipta dalam industri komik Jepang.

Baca juga: Getty Images gugat kreator gambar AI Stable Diffusion karena mencuri asetnya

Seni buatan AI tuai pertanyaan dan protes publik 

Belakangan ini, penggunaan AI dalam kesenian menjadi topik hangat yang tak kunjung padam. 

Salah satunya terlihat dalam kasus desainer gim asal Colorado, Jason M. Allen, yang berhasil mengundang kritik dari publik global setelah memenangkan kompetisi seni dan membawa pulang US$300 dari karya buatan AI-nya.

Selanjutnya, setelah Kim Jung-gi tutup usia Oktober 2022, pengembang gim menggunakan perangkat lunak yang bisa membuat gambar menyerupai komik Jung-gi, dengan hanya menuliskan prompts ke perangkat AI. Hal itu pun mengundang protes terutama dari fans Jung-gi, bahkan ada yang mengirimkan ancaman kematian.

Di sisi lain, baru-baru ini, sebuah museum di Belanda menampilkan lukisan apropriasi “Girl with a Pearl Earring” Johannes Vermeer, yang menuai kritik besar-besaran dari para seniman dan netizen. Karya tersebut merupakan buatan seorang ‘kreator digital’ bernama Julian van Dieken.

Para seniman kewalahan menjaga hak cipta karyanya akibat kebangkitan AI

Melampaui masalah etis atau tidaknya berkarya dengan AI, para seniman di seluruh dunia telah kewalahan menangani permasalahan hak cipta setelah perangkat lunak AI semakin populer.

Pasalnya, sebuah perangkat AI yang menjaring data dari sumber terbuka, terkadang menyomot karya-karya yang terlindungi hak ciptanya, untuk kemudian diolah menjadi visual baru.

Bahkan, pada Januari lalu, Getty Images telah menggugat perusahaan induk Stable Diffusion, Stability AI, karena mengambil dan mengolah foto-fotonya yang berlisensi.

Di lain sisi, mangaka dan politisi Jepang bernama Ken Akamatsu dalam beberapa waktu terakhir telah giat mendorong dibuatnya kebijakan terbaru tentang karya seni buatan AI. Salah satu sarannya ialah, karya seniman tidak boleh dijadikan data program-program AI, atau setidaknya memberikan kompensasi kepada seniman.

Kreator “Cyberpunk: Peach John” sebut karya seni buatan AI merupakan bagian dari kebaruan

Kembali ke bahasan manga buatan AI pertama di Jepang, kreator komik “Cyberpunk: Peach John” tersebut bersikeras bahwa karyanya tetap menjadi bagian dari kesenian.

Bahkan, komiknya dilengkapi 10 halaman penjelasan proses produksi manga buatan AI beserta legitimasi bahwa hasilnya merupakan sebuah karya seni.

Menurut Rootport, hal ini serupa dengan karya “Fountain” dari Marcel Duchamp yang menggemparkan dunia seni rupa modern, lantaran menampilkan found-objects (barang temuan) pertama di sebuah ruang pameran. Tak lupa, Rootport juga memberi contoh karya “Campbell’s Soup Cans” dari Andy Warhol.

“Jika kalian menganggap karya mereka sebagai sebuah seni, yang menggunakan produk industri dan desain label, tidak ada alasan rasional untuk menolak AI,” jelas Rootport, yang nama aslinya belum pernah terungkap. 

Lebih lanjut, kepada CNN style, Rootport mengklaim bahwa “Cyberpunk: Peach John” telah diterima dengan positif oleh masyarakat. 

Akan tetapi, netizen menunjukkan respon yang bertolak belakang dengan ungkapan Rootport. Seorang pengguna Twitter bahkan menyebut proyek manga AI ini sebagai, “penistaan karya manga dan kerja mangaka.”

AI disebut belum bisa menggantikan kerja seniman, untuk saat ini

Di lain sisi, Rootport menjelaskan bahwa AI sebenarnya belum akan menggantikan kerja seniman. 

Mengingat perangkat tersebut “masih belum bisa memproses emosi dan pengalaman, bahkan berkeinginan untuk berkomunikasi. Alhasil, AI belum bisa membuat karya sempurna. Arahan manusia masih dibutuhkan.”

Pandangan serupa turut diutarakan mangaka Madoka Kobayashi, yang telah berkarier lebih dari 30 tahun. Mengutip The Japan Times (7/3), Kobayashi mengatakan bahwa AI bukan ancaman dan bisa membantu, “memvisualisasikan pikiran saya, menyarankan ide, dan membuat saya bisa mengembangkan karya.”