Microsoft, GitHub, dan OpenAI minta pengadilan batalkan gugatan hak cipta produk AI

Microsoft, GitHub, dan OpenAI minta pengadilan batalkan gugatan hak cipta produk AI.

Tiga perusahaan teknologi, Microsoft, GitHub, dan OpenAI meminta pengadilan membatalkan pengaduan hukum atas pelanggaran hak cipta oleh perangkat Copilot yang digerakkan oleh artificial intelligence (AI).

Pasalnya, surat pengajuan OpenAI serta GitHub milik Microsoft tersebut telah diberikan ke Pengadilan Federal San Francisco pada Kamis (26/1) kemarin.

Di dalamnya, mengklaim bahwa gugatan kelompok (class action) lanjutan dari pengaduan yang pertama dilayangkan pada November tahun lalu oleh Matthew Butterick dan tim hukumnya adalah tidak mendasar. 

Melansir The Verge (29/1), pemeriksaan pengadilan tentang pembatalan gugatan terkait hak cipta ini akan berlangsung di Mei tahun ini.

Baca juga: Produk AI Art digugat atas pelanggaran hak kekayaan intelektual

Duduk perkara gugatan kelompok terhadap ketiga perusahaan

Gugatan kelompok ini menuding perangkat milik GitHub yang diluncurkan pada 2021 bernama Copilot, yang mampu mengumpulkan kode pemrograman melalui teknologi AI-nya, telah menyalahi perlindungan hak cipta.

Pasalnya, Copilot digerakkan oleh OpenAI untuk menampung kode-kode tersebut, dan diduga telah menjaring segala macam kode pemrograman termasuk yang dilindungi lisensi.

Masalah ini makin nyata setelah pengacara dan pemrogram bernama Matthew Butterick bekerja sama dengan tim hukum dari Joseph Saveri Law Firm untuk menggugat Microsoft, GitHub, dan OpenAI pada November lalu.

Pengaduan hukum itu menuding Copilot sebagai, “perangkat lunak pencurian dengan skala yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.”

Selanjutnya, menurut The Verge, Butterick dan tim hukumnya telah mengajukan pengaduan kedua setelah dua pengembang software anonim, memberi tudingan serupa dengannya.

Permohonan Microsoft, GitHub, dan OpenAI kepada pengadilan

Dalam pengajuannya, Microsoft dan GitHub mengatakan bahwa keluhan kedua dari Butterick, tim hukum, dan dua pengembang lainnya itu, “gagal karena dua kecacatan intrinsik.”

Menurut para perusahaan teknologi itu, aduan kurang menunjukkan bukti, “dampak kerusakan dan tidak memiliki klaim yang kuat.”

Sementara, OpenAI menyebut penggugat, “mengatakan sekumpulan klaim yang gagal untuk membuktikan pelanggaran hak hukum yang dapat dikenali.”

Dalam artian aduan mendasar pada “kejadian hipotesis,” bukan kejadian nyata. 

Pasalnya, ketiga perusahaan ini menganggap bahwa para penggugat tidak cukup menjelaskan kerugian semacam apa yang didapat masing-masing dari mereka.

Klarifikasi perusahaan tentang software Copilot

Menurut ketiga perusahaan yang tengah mengajukan pembatalan gugatan ini, Copilot garapan mereka sebenarnya tidak menyalahi perlindungan hak cipta. 

“Copilot tidak mengambil apa pun dari isi kode open source yang tersedia untuk umum,” sebut Microsoft dan GitHub dalam pengajuannya.

Pernyataan induk dan anak perusahaan itu turut menyatakan, nyatanya berbanding terbalik dengan tudingan, “Copilot membantu pengembang menulis kode dengan menghasilkan saran berdasarkan apa yang telah dipelajarinya (AI) dari seluruh kumpulan pengetahuan yang diperoleh dari kode publik.

Di luar itu, dalam laporannya, Microsoft dan GitHub terus menerus menyatakan bahwa penggugat adalah orang-orang yang, “merusak prinsip-prinsip open source.”

Bahkan mereka juga mengatakan para penggugat hanya ingin mendapat keuntungan sebesar miliaran, dari, “software yang sepenuhnya tersedia sebagai open source.”

Matt Butterick juga berada di balik gugatan ‘AI Art’ awal tahun ini

Sebagai informasi tambahan, Butterick tidak hanya menjadi sosok di balik gugatan terhadap Copilot.

Awal Januari 2023, Butterick bersama sejumlah seniman mengajukan pengaduan atas pelanggaran hak kekayaan intelektual oleh DeviantArt, Midjourney, serta Stability AI dalam pembuatan AI Art’ (Seni AI) mereka.

Pasalnya, ‘AI Art’ yang dibentuk dari kumpulan gambar-gambar yang bertebaran di dunia maya tersebut, dianggap telah mencuri karya para seniman.

Selain mengharapkan ganti rugi, gugatan juga meminta adanya penerapan kebijakan baru terkait penggunaan karya para seniman dalam pembuatan ‘AI Art’.