Museum MACAN umumkan pameran tunggal perupa Thailand Korakrit Arunanondchai
Museum MACAN mengumumkan pameran tunggal seniman kelahiran Thailand Korakrit Arunanondchai yang akan berlangsung pada 23 November 2024 hingga 6 April 2025 mendatang.
Pameran bertajuk “Korakrit Arunanondchai: Sing Dance Cry Breather | as their world collides on to the screen” ini merupakan presentasi tunggal pertamanya di Indonesia.
Adapun pameran ini akan menghadirkan beragam rangkaian praktik artistik perupa yang kini berbasis di Amerika Serikat dan Bangkok itu, termasuk instalasi video terpopulernya, lukisan, hingga instalasi khas tapaknya.
Tema-tema dari karya yang diangkat pun berkaitan dengan identitas, memori, kehidupan, kematian, spiritualitas, hingga peristiwa dalam kehidupan manusia.
“Kami dengan bangga mengumumkan presentasi tunggal pertama akan karya-karya Korakrit Arunanondchai di Indonesia. Pameran ini akan menampilkan beragam eksplorasi artistik Arunanondchai, menggali tema seputar kemanusiaan dan spiritualitas yang menjadi inti karyanya,” ujar Direktur Museum MACAN Venus Lau, dikutip dari siaran pers yang diterima TFR, Kamis (4/7).
Menariknya, pameran ini akan menampilkan banyak koleksi lukisan yang sebagian besar belum pernah dipamerkan di tempat lain.
Baca juga: Perdana di Indonesia, perupa Patricia Piccinini gelar pameran solo di Museum MACAN
Karya yang terinspirasi dari pengalaman pribadi
Dalam berkarya, Arunanondchai kerap mengangkat pengalaman pribadi yang berakar kuat pada konteks budaya asalnya, Thailand.
Di samping itu, ia juga banyak mengambil inspirasi dari tempat lain dengan narasi budaya dan sejarah berlapis. Inilah mengapa karyanya banyak mengandung refleksi atas isu-isu global saat ini.
Tema terkait spiritualitas dan mitologi yang mencerminkan asal-usul budayanya serta terjalin erat dalam tatanan budaya masyarakat Thailand, juga dapat ditemukan dalam karya-karya yang nanti akan dipamerkan.
Itulah yang menarik dari pameran ini, di mana pengunjung akan diajak mendalami dan mempelajari eksplorasi Arunanondchai tentang persimpangan antara kehidupan kontemporer dan bentuk kepercayaan tradisional.
Ia juga mengajak para penikmat karyanya untuk merenungkan tema-tema universal lainnya, seperti tentang eksistensi, identitas, dan kekuatan tak kasat mata yang membentuk dunia kita.
Pameran ini juga akan menyelami simbolisme burung hong (phoenix) dan api yang kerap ditemukan dalam karya-karyanya, mencerminkan eksplorasi Arunanondchai terhadap proses penciptaan dan kehancuran.
Salah satu instalasi video yang akan dipamerkan bertajuk “No history in a room filled with people with funny names 5” (2018) yang diproduksi bersama sineas Amerika Alex Gjovic dan kolaborator Tosh Basco.
Video tersebut mengambil inspirasi dari ritual “Ghost Cinema” di Timur Laut Thailand, di mana para biksu memproyeksikan film ke dinding kuil untuk penonton yang merupakan roh.
Kemudian ada “Songs for Living” (2021), di mana sang perupa menyinggung konsep waktu di luar rentang hidup manusia. Ia menampilkan perjalanan roh yang kembali ke wujud tubuhnya dan hendak terlahir kembali.
“Kami berharap dapat mengundang pengunjung untuk merasakan dunia seni Korakrit Arunanondchai yang mendalam dan mengunggah pikiran dalam pameran penting ini,” tutup Venus.