Apakah kencan daring memperkuat hubungan selama new normal?
Pandemi yang berlangsung saat ini telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan miliaran orang hanya dalam waktu enam bulan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai hal-hal yang tadinya merupakan norma kehidupan dalam masyarakat, seperti efisiensi pekerja kantoran modern, skema pemerintahan yang efektif dalam menghadapi krisis, serta bagaimana kencan modern.
‘Kencan’ merupakan topik yang sangat panas di Indonesia, sampai-sampai ‘Tinder’ menjadi bagian dari kosakata yang digunakan sehari-hari. Hal ini menunjukkan kepopuleran Tinder sebagai pilihan berkencan di Indonesia. Dengan sekitar enam juta pengguna di seluruh dunia, Tinder telah menjadi aplikasi berkencan yang paling dicari di manapun, termasuk Indonesia. Di tengah krisis, pelopor aplikasi kencan dengan fitur geser ini tidak menyerah.
Sejak Mei, pengguna Tinder di Indonesia bisa menggunakan fitur selfie-verification terbaru pada aplikasi tersebut untuk pengalaman berkencan yang lebih aman. Tinder juga mengirimkan siaran pers lima hari lalu. Aplikasi kencan tersebut mengumumkan peluncuran fitur social discovery yang dinamakan #BisaBareng, dimana pengguna bisa bertemu dengan orang berdasarkan hobi.
Merilis pembaruan ini di saat dunia sedang menghadapi pandemi mungkin merupakan langkah yang baik, mengingat banyaknya orang yang harus tinggal dalam karantina selama hampir dua bulan. Sebelumnya, kesempatan untuk bertemu orang-orang baru dalam masa pandemi sangat sulit. Namun, berkat teknologi, kesempatan tersebut kini selalu dalam jangkauan.
Pembaruan keamanan Tinder juga membantu pengalaman berkencan pengguna menjadi, mudah-mudahan, nyata. Namun, seberapa memuaskan budaya kencan new-normal ini sebenarnya?
“Selama periode pembatasan sosial berskala besar, terdapat peningkatan pengguna baru yang bergabung hanya untuk menghibur diri mereka sendiri,” tutur Zolla (28) saat kami berbincang mengenai iklim kencan daring selama pandemi. Ternyata, banyak yang menggunakan aplikasi kencan karena kesepian dan adanya keinginan kuat untuk menghubungi orang lain.
Kebanyakan pengguna yang ‘cocok’ dengan Zolla mengaku bahwa mereka berkeinginan kuat untuk membangun koneksi dengan berbincang dan berbagi cerita mengenai hal-hal yang terjadi dalam kehidupan satu sama lain. Bagi Zolla, hal ini merupakan perubahan positif dalam budaya kencan daring lokal. “Bermain aplikasi kencan pada saat ini rasanya menyenangkan. Kamu bisa bertemu orang baru untuk berbagi pikiran.”
Anggita (25) bisa jadi merupakan salah satu pengguna yang dimaksud Zolla; mereka yang mencari teman untuk berbincang. “Karena saya tidak bermain untuk mencari hubungan romantis, saya tidak membahas hal-hal yang terlalu dalam dengan orang lain. Saya kebanyakan ngobrol mengenai hobi dan pekerjaan, tidak pernah mengenai keluarga ataupun hubungan,” ungkapnya.
Anggita bercerita bagaimana ia biasanya membangun persahabatan dengan ‘pasangannya’ berdasarkan hobi yang sama, seperti vinyl. “Sebelum ada pandemi, kami biasanya akan bertemu dan ngobrol tentang vinyl, saling memperkenalkan sesama teman yang juga memiliki hobi vinyl, dan akhirnya kami jadi teman. Tapi pada saat ini, kami cuma chat. Lumayan membosankan.”
Gavin (26) memiliki perasaan yang sama seperti Anggita mengenai konsep kencan daring dalam krisis. “Membosankan,” ungkapannya. Tak seperti Zolla, Gavin merasa bahwa obrolan yang ia lakukan susah untuk membuatnya tertarik. Ia juga tidak memiliki dorongan untuk terus melakukan kencan daring, karena bagaimanapun akan sulit untuk bertemu di dunia nyata. “Entah kenapa, bertemu langsung dengan seseorang di luar aplikasi kencan terasa lebih nyata bagi saya.”
Meski begitu, tidak bisa bertemu langsung ada untungnya sendiri dalam opini Emanuela (28). Dalam kondisi saat ini, menurut Emanuela kencan daring adalah pilihan kencan terbaik. Kencan daring memiliki risiko akan terbatasnya hal-hal yang bisa dilakukan bersama, yaitu telepon, panggilan video, dan pesan teks.
“Tapi ini bisa jadi hal yang menyenangkan sekaligus menantang,” candanya. Mungkin menahan kerinduan bukan kegemaran semua orang, tapi ada kemungkinan bahwa ungkapan lama “jauh di mata dekat di hati” bisa jadi ada benarnya.
Hal ini mungkin bisa dibuktikan oleh Anastasia (28), yang baru saja menjalin hubungan dengan seseorang yang dia temui di aplikasi kencan. Mereka juga telah bertemu secara langsung pada bulan Februari dan Maret, namun kini mereka harus menjalani hubungan jarak jauh.
Meskipun Anastasia mendapati situasi ini menantang, ada juga hal-hal yang mereka alami bersama yang ternyata memperkuat hubungan mereka. “Situasi ini mendorong kreativitas kami untuk bisa menghabiskan waktu bersama dari jarak jauh.”
Dari saling menemani secara santai melalui panggilan video selama melakukan aktivitas masing-masing sampai menonton video YouTube yang sama bersama-sama, Anastasia dan pasangannya mulai belajar mengenai satu sama lain bahkan di saat mereka tidak dalam kondisi terbaik.
Pasanganya selalu ada saat Anastasia merasa frustasi terhadap situasi yang terjadi, dan Anastasia ada untuk mendukung pasangannya melakukan hal yang dia sukai. “Kami jadi lebih sering saling mengecek keadaan masing-masing, mendukung dan belajar mengenai satu sama lain dengan lebih baik.”
Pada titik ini, kualitas berkencan selama pandemi akan bergantung pada apa yang dicari seseorang dalam berkencan. Tidak perlu merasa malu sama sekali untuk membangun hubungan antar-manusia selama masa yang sulit ini, atau untuk menghargai apa yang Anda punya. Tentu, hal yang paling penting adalah menjaga kesehatan fisik dan mental serta mematuhi protokol kesehatan dalam setiap aktivitas selama masa new-normal. Tidak akan ada kencan kalau tidak ada yang berkencan, kan.