Nipplets berkembang dan sebarkan pesan empowerment lewat komunitas

Ditulis oleh Ardela Nabila | Read in English

Pada Jumat (18/11), baru saja digelar acara Reunion Re:defined sebagai rangkaian pre-event IdeaFest 2022 di HUSH!, Jakarta, yang mana Nipplets menjadi salah satu sponsornya. Dalam acara tersebut, TFR berkesempatan untuk berbincang dengan salah satu muse Nipplets.

Ia adalah Yosy, muse untuk campaign terbaru Nipplets bertajuk “Freedom of Fantasy” yang diluncurkan pada Jumat (11/11). Yosy menceritakan partisipasinya dalam campaign terbaru Nipplets. Meski sebelumnya sudah pernah ditunjuk sebagai brand ambassador, Yosy mengaku pernah berkeinginan menjadi muse dari brand lingerie lokal itu.

“Sebenarnya sebelum aku menjadi muse, aku jadi brand ambassador, tapi memang di dalam pikiran aku, aku memang pernah manifest ‘suatu saat nanti bakalan bisa jadi muse untuk Nipplets’, karena aku memang salah satu biggest fan-nya Nipplets,” ujar Yosy.

Muse dari campaign yang sama, Isvara, dalam kesempatan berbeda mengatakan hal serupa kepada TFR.

“Awalnya aku mengajukan diri karena waktu itu Nipplets sedang mencari muse yang based in Bali, dari dulu pengen banget jadi muse Nipplets, sudah manifest. Aku mau menantang diriku dan ngasih lihat dunia kalau semakin kita menerima diri kita, semakin pula dunia memperlihatkan peluang dalam diri kita,” katanya.

Baik Yosy maupun Isvara memiliki tujuan yang sama ketika mengajukan diri sebagai muse Nipplets, yakni untuk menginspirasi dan mendukung para perempuan di sekitar mereka sekaligus komunitas di dalam Nipplets sendiri.

Nipplets adalah brand lingerie yang telah ada sejak 2016, didirikan oleh Ida Swasti. Lewat Nipplets, Ida menawarkan beragam variasi lingerie yang kerap diluncurkan bersamaan dengan berbagai campaign empowering bagi para perempuan yang menjadi target konsumennya.

Namun, selain berbisnis untuk mendapatkan keuntungan, Ida sebagai pendiri memiliki tujuan lainnya, yaitu untuk membangun ruang bercerita dan saling mendukung untuk perempuan. Di Nipplets, konsumen tak hanya bisa bertanya mengenai produk lingerie yang dijual, namun juga bebas bercerita dan berdiskusi lewat komunitas yang terbentuk di dalamnya.

Strategi yang diterapkan oleh Nipplets ini dikenal dengan istilah brand community, yaitu serangkaian hubungan antara sekelompok konsumen dengan sebuah brand. Melansir The Business Professor, strategi ini memungkinkan brand untuk “masuk” ke kehidupan para konsumen.

Dengan begitu, konsumen secara tidak langsung akan memikirkan brand tersebut dalam kegiatannya sehari-hari, seperti ketika membuka media sosial atau bertemu orang yang berasal dari komunitas yang sama.

Meski tidak bisa dimungkiri bahwa keuntungan adalah tujuan utama dalam berbisnis, sebenarnya ada banyak aspek lainnya yang perlu diperhatikan, dan komunitas ialah salah satunya, karena dapat meningkatkan sekaligus memperkuat branding dari bisnis yang dijalankan. 

Lebih dari itu, lewat strategi ini, loyalitas konsumen pun ikut meningkat dan brand dapat menggaet lebih banyak konsumen baru. Alhasil, keberlanjutan bisnis dapat terjaga.

Saat ditanya bagaimana Nipplets dapat membangun komunitasnya, Ida menekankan pentingnya storytelling dalam menyampaikan cerita-ceritanya. Cara ini memang bisa menciptakan hubungan yang lebih mendalam dengan para konsumennya, khususnya mereka yang merasa relate dengan cerita tersebut.

“(Komunitas) ini terbentuk karena followers (Nipplets). Kalau ditanya kenapa (bisa terbentuk), karena aku membuat personal branding di Nipplets untuk menunjukkan siapa owner-nya. Aku mulai memberikan personal experience, mulai untuk storytelling, dan jadinya dekatlah sama followers-followers aku dan terbentuklah si komunitas itu,” ungkap Ida.

Selain membagikan pengalamannya sendiri, dalam menerapkan strategi brand community ini, Nipplets juga merangkul sejumlah model yang disebut sebagai muse untuk memperkuat pesan yang ingin disampaikan kepada para konsumen dan komunitasnya.

Muse sebagai representasi untuk sampaikan pesan empowering

Memilih muse yang memiliki visi dan misi sejalan merupakan kunci agar brand message yang ingin disampaikan Nipplets dapat lebih efektif diterima oleh konsumennya. 

Pasalnya, para muse-lah yang akan menjadi wajah Nipplets. Biasanya, kesamaan tujuan dan nilai tersebut akan tercermin dari kisah yang diceritakan para muse.

“Jadi kalau ceritanya bisa empowering dan bisa membantu perempuan lainnya di luar sana untuk lebih bisa menerima diri, lebih bisa mengekspresikan dirinya, sensuality-nya, it is very good. Tim kita open banget untuk menerima teman-teman yang memang mau meng-empower perempuan lainnya,” kata Ida.

Selain itu, berbeda dengan kebanyakan brand pakaian dalam lainnya, Nipplets tak mematok standar tertentu terkait bentuk tubuh para muse-nya. 

Ini karena Nipplets mengutamakan penyampaian pesan body positivity. Ternyata hal ini juga yang membuat Yosy tertarik mengajukan diri untuk bergabung dengan Nipplets.

Campaign mereka itu selalu empower perempuan-perempuan Indonesia untuk membangkitkan kepercayaan diri mereka. Jadi, salah satu hal yang paling aku suka adalah Nipplets memilih muse-nya itu nggak yang kayak standar pada umumnya, harus begini, harus yang badan kurus, atau proporsional,” kata Yosy saat ditemui TFR belum lama ini.

Yosy yang mengaku ingin dapat mendukung teman-teman perempuan di sekelilingnya lewat keterlibatannya dalam salah satu campaign Nipplets itu juga mengaku ikut merasa terdorong untuk lebih percaya diri usai terpilih menjadi muse.

“Memang setelah mengikuti campaign ini, aku ngerasa lebih percaya diri, walaupun memang sebelumnya aku sudah percaya diri. Karena cerita yang aku share ke Nipplets juga merupakan proses aku (percaya diri) sampai sekarang ini,” tuturnya.

Isvara mengatakan bahwa ia juga merasakan hal serupa, yaitu perubahan positif untuk lebih menghargai proses dalam mencintai dirinya sendiri.

“Menjadi muse Nipplets itu aku ditemukan dengan lingkungan yang aman dan orang-orang yang menarik. Mereka juga mempunyai cerita sendiri dan itu membuka wawasanku. Kita belajar bahwa semua orang mempunyai luka sendiri dan berjuang untuk menyembuhkannya dengan cara mereka sendiri, termasuk mencintai diri sendiri,” terang Isvara.

Komunitas sebagai support system

Ida mengatakan, tidak sedikit konsumen atau pengikut media sosialnya yang sering berbagi cerita terkait permasalahan yang mereka hadapi. Kemudian, ketika cerita tersebut dibagikan di Nipplets, banyak yang memberikan dukungan.

Menurutnya, di sinilah komunitas dinilai penting karena dapat dijadikan wadah untuk saling mendukung satu sama lain.

“Ketika mereka cerita dan diangkat di Nipplets, banyak banget teman-teman perempuan lain yang bisa bantu encourage, sehingga membantu perempuan-perempuan itu untuk mendapatkan confidence lagi. Jadi komunitas ini penting banget untuk support system,” pungkasnya.

Boudoir shoots untuk berikan pengalaman berbeda bagi konsumen

Di samping muse dan komunitas, Nipplets juga mempertimbangkan pengalaman yang bisa diperoleh oleh konsumen melalui foto katalognya.

Begitu membuka media sosial Nipplets, konsumen akan langsung disuguhi potret muse dalam balutan lingerie dan pose sensual. Jenis fotografi yang dikenal dengan boudoir shoots itu ternyata juga memiliki maknanya tersendiri.

Lebih dari sekadar memberikan kesan artistik dan menonjolkan lingerie yang dikenakan oleh para muse, boudoir shoots yang dilakukan oleh Nipplets bertujuan untuk memberikan pengalaman berbeda bagi para perempuan yang melihatnya.

Shoots ini menurut aku, karena yang aku jual nggak cuma produk. Yang aku jual adalah the experience behind that, the experience of feeling confident, the experience of feeling appreciated as a woman,” terang Ida.

Dengan demikian, pesan yang disampaikan lewat campaign ragam produk lingerie-nya pun dapat tersalurkan dengan lebih maksimal.

“Kalau boudoir shoots lebih ke momen, jadi nyampe fantasi orang, nyampe apa yang bisa di-extract dari campaign ini, photoshoots ini, baik untuk muse-nya sendiri atau orang-orang yang melihat,” lanjutnya.

Pada akhirnya memang, menjaga hubungan baik dengan konsumen merupakan kunci untuk menjaga keberlanjutan sebuah bisnis. Dan komunitas adalah satu dari banyaknya strategi yang efektif untuk mencapai tujuan tersebut.

Hubungan dengan para pelanggan yang didasari oleh kepercayaan dan komunikasi juga dapat membantu sebuah brand meningkatkan nilainya, khususnya untuk membuat brand tersebut lebih menonjol dari kompetitor.

Nggak untuk bisnis aku juga, cuma untuk dari bisnis sampai ke komunitas dan orang-orang lainnya dan jadi kuat dan kental juga. Kalau ditanya sebenarnya apa, sih, positifnya punya komunitas? Obviously, enaknya kalau kita lagi dihujat, itu ada yang belain. Jadi, I’m glad to have this community inside Nipplets,” ungkap Ida.


Artikel terkait


Berita terkini