Rayakan potensi tempe, Google luncurkan Foodle “Mendoan” di delapan negara

Foodle tempe mendoan asal Indonesia karya ilustrator Reza atau Maskrib (Foto: Google Indonesia)

Rayakan gorengan favorit asal Banyumas yang jadi salah satu warisan budaya Indonesia, Foodle atau Food Google Doodle kali ini menghadirkan ilustrasi doodle tempe mendoan khas nusantara. 

Pasalnya, untuk doodle lokal kali ini, Google menggandeng ilustrator bernama Reza yang juga akrab dipanggil Maskrib untuk membuat Foodle yang hadir di delapan negara mulai 29 Oktober 2022. Selain Indonesia, Austria, Islandia, Jepang, Singapura, Swiss, Thailand, dan Inggris pun bisa melihatnya.

Menariknya, Foodle “tempe mendoan” ini akan menjadi Food Google Doodle pertama Indonesia. Alhasil, pertanyaan mengapa mendoan yang terpilih dari sekian banyak opsi kuliner nusantara pun hadir.

Ternyata, gorengan berbahan dasar tempe yang menjadi kegemaran masyarakat Indonesia ini menjadi salah satu terobosan bioteknologi pangan nusantara yang punya banyak banget potensi dan manfaat.

Di Indonesia, kata ‘tempe' bahkan sudah ditemukan sejak abad ke-16 dalam manuskrip Serat Centhini jilid 3 di Pulau Jawa. Menurut booklet Tempe terbitan Badan Standardisasi nasional (BSN) pada 2012, tempe telah menjadi olahan pangan turun temurun, khususnya di Jawa Tengah dan sekitarnya.

Tak hanya itu, tempe mendoan pun ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda yang terdata dalam Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada Oktober 2021.

Selaras dengan itu, Google pun berharap dapat memperkenalkan tempe mendoan sebagai salah satu warisan budaya nusantara ke muka global melalui Foodle Indonesia pertama ini.

“Ini super duper keren, Google kan punya jangkauan yang sangat luas. Jadi mendoan ini main surfing di atas ombaknya Google," ujar Wida Winarno, salah satu pendiri Tempe Movement kepada TFR (27/10).

Pasalnya, dalam kesempatan berbincang bersama TFR (27/10), Wida turut mengungkapkan potensi dari tempe untuk menjawab beragam permasalahan pangan, kesehatan, hingga budaya di Indonesia. 

“Indonesia second largest biodiversity (memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia). Kita punya banyak banget sumber tanaman yang bisa diolah menjadi tempe,” jelas Wida. 

Bukan sekadar fermentasi kedelai seperti yang umumnya diketahui masyarakat, tempe merupakan proses olahan pangan kompleks yang disebut Wida sebagai 'beternak ragi'. Bahkan, jenis biji-bijian dan kacang-kacangan apa pun dapat diolah menjadi tempe dari ragi tersebut.

Bersama ayahnya Prof Winarno dan putranya Amadeus Driando Ahnan-Winarno, Wida mendirikan Tempe Movement sejak 2015 dan telah mengolah berbagai jenis tempe dalam laboratoriumnya.

Tak hanya itu, organisasi non-profit ini pun terus bergerak mengenalkan tempe sebagai superfood melalui beragam penyuluhan, lokakarya, kelas pembuatan tempe, hingga kampanye media sosial.

Setidaknya berbagai macam tumbuhan khas nusantara seperti biji kluwih, biji nangka, hingga pete, seluruhnya telah disulap Wida menjadi Tempe. Di sisi lain, Wida juga telah mengembangkan kopi yang difermentasi ragi tempe untuk menghadirkan karakter rasa baru minuman kopi nusantara.

Akan tetapi, sayangnya, menurut Wida masih beredar stigma tentang tempe sebagai makanan murah di masyarakat Indonesia, “Di Indonesia stigmanya murah, di luar Indonesia stigmanya mahal.”

Padahal, superfood itu dapat menjawab beragam isu pangan dan kesehatan nusantara, seperti stunting yang merajalela di balita Indonesia. Ternyata, penyuluhan cara mengatasi stunting dengan asupan protein melalui tempe kepada balita telah menjadi salah satu gerakan Tempe Movement.

Menurutnya, masalah kekurangan gizi itu terbentuk di 1000 hari pertama kehidupan anak, terhitung sejak masa kehamilan sang ibu. Alhasil, tempe pun dapat menjadi alternatif asupan protein yang terjangkau. 

Dengan begitu, tempe tidak hanya menjadi cita rasa hidangan nusantara, tetapi memiliki potensi menjawab masalah pangan, kesehatan, hingga pelestarian warisan budaya Indonesia.