Tanggapi kekacauan dunia festival musik belakangan ini, APMI dorong pemerintah perjelas kebijakan

Menanggapi ketidakpastian dunia pertunjukan musik belakangan ini, Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) menyatakan akan berikan advokasi bagi promotor dan dorong pemerintah untuk buat kebijakan terkait penyelenggaraan acara musik.

Menurut Sekretaris Jenderal APMI Emil Mahyudin dalam jumpa pers (3/11), kekhawatiran dan ketidakpastian itu disebabkan para penyelenggara acara musik di Indonesia yang menemukan bahwa Kepolisian Resor (Polres) bahkan Kepolisian Daerah (Polda) akhir-akhir ini kerap mempersulit perizinan acara musik. 

“Misalnya yang kita dengar dari Polda Jabar sekarang lagi melarang event untuk diselenggarakan di atas jam enam. Nah kemudian, Polda Metro kabarnya akan melarang event dilakukan di outdoor. Disarankan masuk ke indoor,” jelas Emil. 

Namun, ketika ditanya berapa banyak laporan terkait perubahan kebijakan itu, Emil tak menyebutkan angka pastinya. Justru Emil menegaskan, “Di Indonesia ini event itu banyak sekali, setiap hari dan setiap minggunya. Siapa pun bisa menyelenggarakan event.”

Emil melanjutkan, menurutnya itu adalah efek bola salju dari Berdendang Bergoyang Festival 2022, perhelatan musik di Istora Senayan, Jakarta, yang seharusnya berlangsung pada 28-30 Oktober kemarin. 

Pasalnya, acara itu dicabut perizinan hari ketiganya, akibat rusuh dan jumlah pengunjung yang melebihi kapasitas yang diajukan, terutama pada hari kedua di mana beberapa pengunjung sampai pingsan.

Seperti konser Dewa 19 “Pesta Rakyat” yang seharusnya digelar Sabtu (12/11), tiba-tiba diundur jadi Februari tahun depan akibat izin yang tak turun dari kepolisian. Padahal, 63 ribu tiket sudah ludes terjual.

Bahkan, menurut APMI, sejumlah konser seperti Sound Fest 2022 di Bekasi dan Pasar Kaget jilid 3 di Senayan juga sempat terancam batal. Juga acara sekelas Djakarta Warehouse Project, Soundrenaline, dan Heads In The Clouds juga dikhawatirkan akan terancam gagal.

“Dari isu kemarin (Berdendang Bergoyang Festival 2022), kita dengar dan lihat itu seperti pengumuman Covid-19 pada 2 Maret 2020 lalu rasanya. Padahal kita coba membangun sebuah sistem untuk memajukan industri,” ujar Ketua Umum APMI Dino Hamid dalam jumpa pers. (3/11)

APMI yang beranggotakan sejumlah promotor Indonesia termasuk Synchronize Fest, ISMAYA LIVE, Java Festival Production, hingga New Live Entertainment, mengungkapkan kegagalan sejumlah acara musik akhir-akhir ini disebabkan minimnya prosedur penyelenggaraan konser hingga festival musik yang jelas.

“Sebenarnya kita mau buat sebuah standar bekerja sama dengan instansi. Apa saja yang harus dibuat mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga post-event,” kata Ketua Bidang Program dan Investasi APMI, Dewi Gontha.

Pasalnya, menurut Dewi, masih banyak penyelenggara yang bahkan belum mengetahui cara mengurus perizinan. Padahal, surat izin menjadi kunci keberjalanan acara musik.

Atas dasar hal tersebut, APMI berharap, standar prosedur yang dibangun asosiasi itu dapat menjadi kebijakan tertulis oleh pemerintah, untuk memajukan industri acara musik Tanah Air.

APMI juga mengungkap mereka telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan akan menemui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada 8 November esok, agar pihak berwenang sadar diperlukannya solusi atas kekisruhan acara musik di masa adaptasi usai pandemi.