Usai Instagram dan WhatsApp, kini giliran ML dan PUBG yang terancam diblokir

Tidak hanya akan memblokir platform media sosial, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengumumkan akan memblokir developer game yang belum mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) privat baik dalam negeri maupun asing.

Kabarnya, game Mobile Legend” atau ML dan “PlayerUnknown’s Battleground” atau PUBG.

Melansir dari detikINET (30/6), batas waktu pendaftaran PSE sebenarnya sudah beberapa kali diundur, hingga surat edaran Menteri Kominfo 3/2022 tertanggal 14 Juli 2022 ditandatangani, baru disepakati batas akhir pendaftaran jatuh pada Kamis, 21 Juli mendatang.

Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan menjelaskan, proses pendaftaran PSE tak sulit. Menimbang, pendaftarannya kini dapat dilakukan secara online melalui laman Online Single Submission (OSS). Menurutnya, kemudahan ini seharusnya tidak menjadi penghalang.

“Toh, persyaratannya sama, kecuali dibedakan. Jadi, 20 Juli 2022 itu batas akhir, habis 21 Juli (kalau tidak daftar maka diblokir)," tegasnya.

Tidak hanya itu, detikINET juga melaporkan produk game milik developer Garena, seperti Free Fire, Arena of Valor dan Call of Duty: Mobile telah mendaftar. Akan tetapi, nama-nama game, seperti Moonton dan Tencent belum terlihat dalam laman resmi PSE Kominfo.

Selain itu, game Genshin Impact, League of Legends: Wild Rift, Apex Legends Mobile, Roblox, Among Us, Lokapala juga belum melakukan pendaftaran.

Jika game-game itu belum melakukan pendaftaran sampai tenggat waktu yang ditentukan, maka akan otomatis diblokir, meskipun berasal dari luar negeri. Melansir Katadata (30/6), Semuel menjelaskan, PSE di negara manapun wajib mengikuti aturan lokal, termasuk di Indonesia.

Sementara itu, menurut keterangan dari Public Relation Manager PUBG Mobile Indonesia, Emil Riswandi menjelaskan perusahaan sedang memproses pendaftaran. "Kami berkoordinasi internal untuk merampungkan proses registrasi. Semoga dalam waktu dekat bisa selesai," ujarnya.

Di sisi lain, kehadiran Permenkominfo 5/2020 ini sendiri menuai banyak komentar negatif, ditambah pengesahannya yang terkesan terburu-buru. Bahkan, dalam artikel Safenet yang dirilis Februari tahun lalu, implementasi aturan ini berpotensi menghambat kebebasan berekspresi masyarakat maupun PSE itu sendiri.

Ika Ningtyas, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi di Jaringan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara menjelaskan, pihaknya sangat khawatir aturan ini disalahgunakan untuk membungkam kelompok yang menyampaikan kritik kepada pemerintah. Pasalnya, tidak ada badan atau lembaga independen yang dibentuk, seperti pengadilan dalam pengawasannya, sehingga pelaksanaannya berpotensi tidak berlangsung secara transparan dan adil.