BI tengah menyiapkan redenominasi rupiah

Bank Indonesia (BI) sudah siap untuk melakukan redenominasi rupiah. Hal tersebut diungkapkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo.

Walaupun, menurutnya masih ada beberapa faktor yang menyebabkan pelaksanaan redenominasi belum dapat dilakukan.

Untuk diketahui, redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya.

Tujuannya ialah untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga, atau nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa.

“Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desain, tahapannya, sudah kami siapkan semua secara operasional dan langkah-langkahnya,” terang Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Juni 2023, dikutip dari ANTARA, Jumat (23/6).

Baca juga: Desain uang kertas terbaru Indonesia raih penghargaan uang baru terbaik di dunia

Alasan redenominasi belum dapat direalisasikan

Meskipun Perry mengatakan sudah siap, namun Bank Sentral belum menemukan waktu yang tepat untuk melaksanakannya.

Ia mengungkap, terdapat tiga faktor yang memengaruhi keputusan untuk redenominasi, salah satunya adalah kondisi makroekonomi.

Pasalnya, kendati kondisi makroekonomi Indonesia sudah kembali pulih, masih ada potensi dampak rambatan (spillover) dari ekonomi global yang dirundung ketidakpastian.

Apalagi, kecenderungan tersebut kian meningkat dengan adanya perlambatan pertumbuhan dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi.

Masih melansir ANTARA, ekonomi global diprediksi mengalami pertumbuhan sekitar 2,7% tahun ini. Namun, terdapat risiko perlambatan, khususnya di Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

Di AS sendiri, keketatan pasar tenaga kerja masih menyebabkan tekanan inflasi tinggi. Di sisi lain, kondisi ekonomi cukup baik dan tekanan stabilitas sistem keuangan yang mereda, sehingga mendorong kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS, The Fed, ke depannya.

Adapun kebijakan moneter yang masih ketat di Eropa. Sementara itu, Jepang kebijakan tersebut masih longgar.

Di Tiongkok pun, pertumbuhan ekonomi tidak sekuat perkiraan. Sebab, inflasi rendah telah mendorong pelonggaran kebijakan moneter.

Selain kondisi makroekonomi, faktor lainnya adalah kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan.

Indonesia masih dihantui oleh ketidakpastian global, meski di lain sisi kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangannya sudah stabil.

Lebih jauh, kondisi sosial dan politik turut memengaruhi penundaan pelaksanaan redenominasi karena untuk merealisasikan hal tersebut, diperlukan kondisi sosial dan politik yang kondusif, mendukung, positif, serta kuat.

“Stabilitas keuangan kita memang stabil, tapi ketidakpastian (global) kita masih ada. Soal sosial politik, pemerintah yang lebih tahu,” ujar Perry, melansir CNN Indonesia, Jumat (23/6).

Isu redenominasi muncul usai penerbitan uang baru

Isu pelaksanaan redenominasi kembali mencuat setelah BI menerbitkan uang baru atau rupiah kertas tahun emisi 2022.

Apabila diterawang, tiga angka nol paling belakang memang hilang pada uang baru tersebut. Contohnya, uang pecahan Rp100.000 akan menampilkan gambar Soekarno, Mohammad Hatta, dan angka Rp100 ketika diterawang.

BI sengaja menghilangkan tiga angka nol lantaran adanya perubahan pada sistem pengamanan uang rupiah kertas tahun emisi 2022.

Electrotype menjadi salah satu unsur pengamannya, dengan varian watermark, sedangkan di uang tahun emisi sebelumnya berbentuk ornamen khas Indonesia.

“Di (uang rupiah kertas tahun emisi) 2022, electrotype berbentuk angka yang melambangkan nilai nominal. Tiga angka nol tidak dicantumkan dengan pertimbangan teknis dan untuk kemudahan identifikasi,” ujar Kepala Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim.