Wacana penghapusan promo gratis ongkir di e-commerce

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik (Asperindo) Trian Yuserma angkat suara soal dampak negatif promo gratis ongkos kirim (ongkir) bagi keberlangsungan usaha logistik. Melansir Medcom, pemerintah perlu memberikan perhatian terkait masalah ini.

“Kita ingin transform, agar istilah bebas ongkir itu dieliminasi. Kita ingin regulasi bebas ongkir itu menjadi atensi bagi pemerintah,” ujar Trian dalam Mid Year Economic Outlook 2022 ke-2, pada 3 Agustus lalu.

Menurutnya, pertumbuhan yang terjadi di e-commerce memang turut menunjang bisnis logistik di Indonesia. Akan tetapi, pertumbuhan ini tidak sejalan dengan imbal yang diperoleh akibat keberadaan promo tersebut. Pertumbuhan dan profit yang diperoleh pelaku e-commerce, menurut Yuserma, tidak merembes bagi pelaku jasa pengiriman dan logistik, sehingga campur tangan pemerintah diperlukan.

Menanggapi hal ini, selaku Ketua Umum Indonesia E-commerce Association (idEA) Bima Laga menjelaskan, kebijakan gratis ongkir tak hanya ditanggung oleh pelaku jasa logistik.

Pasalnya, kebijakan ini ditanggung bersama antara platform e-commerce, pedagang (merchant), dan perusahaan logistik. Bahkan, ada pelaku usaha logistik yang menawarkan biaya diskon lebih besar.

“Makanya, saya bingung kalau ada klaim perusahaan logistik jadi pihak yang dirugikan dan dianggap menanggung semua biaya,” ucap Bima, sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia (4/8).

Lebih jauh, Bima menjelaskan bahwa program gratis ongkir jarang sekali diberikan kepada konsumen. Jadi, kalau ada program gratis ongkir merupakan kesepakatan para pihak yang memberikan.

“Kalau mereka (perusahaan logistik) mau menghapus, mereka tidak perlu menawarkan program ongkir itu,” jelas Bima.

Meski demikian, Bima mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dan melakukan pengecekan kembali ke perusahaan logistik yang menjadi mitra. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengeluaran perusahaan pengiriman itu untuk menanggung promo ongkir.