Seksploitasi sinema 1990-an: Buntut krisis multidimensi di era terkelam film Indonesia

Dari beberapa film yang TFR amati, sebagian besar film di era 90-an dari berbagai genre memang terang-terangan menampilkan judul dan gambar-gambar vulgar yang tentunya dimaksudkan untuk merangsang birahi penonton.

Read More
Podcast: Karena kita ingin mendengar dan didengar

Bukan hanya podcast memiliki banyak pendengar, tetapi bahwa podcast paling populer di Indonesia adalah milik kreator lokal, dan dari berbagai genre. Spotify pun meyakini industri podcast di Indonesia punya potensi bagus dan akan terus bertumbuh di masa depan.

Read More
Accessorise for nature: Gebrakan aksesori trendi ramah lingkungan

Belakangan konsep keberlanjutan semakin menjadi perhatian, terlebih pasca COVID-19. Alasannya karena pandemi membuat responden makin sadar bahwa aktivitas manusia dapat mengancam iklim dan menyebabkan degradasi lingkungan, dan pada gilirannya mengancam manusia. Selain bahan yang digunakan, keberlanjutan bisa juga diupayakan melalui proses yang lebih ramah lingkungan.

Read More
Merunut drama seputar konser dan festival musik belakangan ini

Sejak pandemi mereda dan izin keramaian kembali dilonggarkan, para musisi dan penyelenggara acara yang telah hiatus panjang langsung bertubi-tubi menyuguhkan berbagai acara untuk masyarakat yang juga sedang haus-hausnya akan hiburan. Namun, perihal menyelenggarakan dan menghadiri konser atau festival ini tidak sesimpel kedengarannya. Ada banyak drama yang bikin orang emosi, bahkan sampai merugi.


Read More
“Bernafas dalam lumpur”: di balik tirai film soft porn Indonesia era 70-80-an

Meski dilabeli sebagai film dengan tonjolan adegan seks, adegan-adegan tersebut dikemas secara elegan. Misalnya, dengan menampilkan Suzzanna dengan pakaian dalam atau adegan menanggalkan celana dalam sebagai “penanda” aktivitas seks yang dilakukan karakter-karakternya.

Read More
Think pink: beragamnya wajah warna pink

Tidak ada warna lain dalam roda warna yang memiliki makna dan konotasi yang lebih bernuansa daripada pink. “Pink paling sering digunakan untuk menggambarkan feminitas, tetapi pink juga sering dikaitkan dengan romansa, gairah, atau kegembiraan dan bahkan dapat dianggap kekanak-kanakan,” tutur Adlien Fadlia, dosen desain fesyen di Institut Kesenian Jakarta, kepada TFR.

Read More